Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Ramadhan Menjelang Garis Finis

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Lailatul QadarSobat, yuk kita introspeksi, apa hasil dari shaum Ramadhan yang sudah kita laksanakan dari hari pertama hingga sudah melewati pekan ketiga ini? Jika shaum Ramadhan membuat kita makin takwa, bersyukurlah. Tadinya gampang bohong ke orang lain, tetapi setelah shaum Ramadhan yang dijalani sampai hari ini, kita takut dosa sehingga tak mau berbohong lagi. Ini termasuk berhasil menjadi salah satu bagian dalam hidup kita dalam meraih ketakwaan setelah shaum Ramadhan. Insya Allah.

Ada banyak orang mengistilahkan semangat meraih pahala di bulan Ramadhan, seperti perlombaan. Ibarat lomba maraton, peserta awal tuh banyak banget. Biasanya kalo lomba maraton itu jaraknya lumayan jauh, minimal 10 KM, bahkan bisa lebih. Jumlah peserta yang melimpah dan jarak yang jauh memungkinkan banyak peserta berguguran selama perjalanan. Ada yang di awal doang semangatnya, ada yang di tengah jalan kendur, dan bahkan ada yang menjelang garis finis malah KO. Mereka yang menang lomba maraton, selain karena kesungguhan dan harapan untuk meraih yang terbaik, juga karena daya tahan. Itu beberapa kunci sukses.

Bagaimana dengan shaum? Kunci yang tadi ditambah dengan niat ikhlas karena Allah Ta’ala, caranya benar sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dorongan keimanan inilah yang kemudian bisa membuat kita kuat daya tahannya dalam menjalani shaum Ramadhan. Coba aja lihat, malam pertama tarawih yang datang ke masjid untuk shalat banyak banget. Saya aja pernah tuh kebagian tempatnya di luar ruangan utama. Seneng aja. Sebab, selain Ramadhan seperti biasa masjid sepi peminat. Malam-malam berikutnya mulai tuh ada satu dua yang mulai nggak ke masjid. Seminggu berlalu, jumlahnya terus berkurang. Shaf makin maju. Walhasil, tadi malam saja, di malam yang ke-22 yang tersisa masih mending ada dua shaf juga, daripada nggak ada. Padahal, masjid luas banget. Duh!

Mereka yang masih bertahan semoga mendapatkan kebaikan dan keberkahan yang banyak dari Allah Ta’ala. Daya tahan untuk melaksanakan kewajiban adalah salah satu poin penting bagi seorang muslim. Sebab, betapa banyak pemuda yang gagah tapi ke masjid untuk shalat berjamaah aja malas. Sebaliknya, banyak orang tua yang sudah usia lanjut tetap ke masjid meski secara fisik pastinya mulai lemah. Keimananlah yang membedakan di antara keduanya. So, di sepuluh terakhir bulan Ramadhan ini kita kejar target untuk mendapatkan pahala yang lebih besar. Yuk, semangat!

Iman sebagai daya tahan

Sobat, dalam surah al-Baqarah ayat 183 yang di bulan Ramadhan jadi ‘trending topic’ karena sering disebut dan disampaikan dalam berbagai ceramah, hakikat melaksanakan shaum Ramadhan adalah untuk meraih takwa, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS al-Baqarah [2]: 183)

Nah, coba perhatikan permulaan ayatnya, Bro en Sis. Di situ kan yang dipanggil adalah orang-orang yang beriman. Why? Saya pernah dapetin keterangan saat ikut pengajian. Dijelaskan oleh ustaznya bahwa orang yang beriman itu lembut hatinya. Jadi, mudah untuk melaksanakan perintah Allah Ta’ala. Waktu itu saya tertegun dan berpikir, berarti kebalikannya adalah, kalo kita merasa berat melaksanakan perintah Allah Ta’ala berarti ada sesuatu yang aneh dengan keimanan kita, bisa masih lemah, bisa juga ada kemungkinan udah tipis banget. Introspeksi yuk!

Kita insya Allah bisa mengukur diri, sejauh ini apakah kita udah kuat atau belum keimanannya, udah mantep belum keyakinan kepada Allah Ta’ala. Jika iman sudah kuat, daya tahannya juga oke, lho. Maka, ketakwaan akan didapat. Shaum Ramadhan itu adalah kewajiban kaum muslimin. Syarat dan ketentuannya berlaku. Kalo kita merasa enjoy, bahkan antusias melaksanakan shaum Ramadhan, insya Allah kita termasuk orang-orang yang beriman dan akhirnya ketakwaan kita tumbuh makin kokoh.

Mengenal tauhid

Eh, apa hubungannya pembahasan Ramadhan dengan tauhid? Tentu saja ada. Saya rangkumkan aja ya dari pembahasan di website muslimah.or.id (yang mengutip dari al-Qaulul Mufiiid, jilid  I, halaman 7-10). Pembagian yang populer di kalangan ulama adalah pembagian tauhid menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Pembagian ini terkumpul dalam firman Allah dalam al-Quran:

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً

“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS Maryam [19]: 65)

Perhatikan ayat di atas:

Pertama, dalam firman-Nya (رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ) (Rabb (yang menguasai) langit dan bumi) merupakan penetapan tauhid rububiyah.

Kedua, dalam firman-Nya (فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ) (maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya) merupakan penetapan tauhid uluhiyah.

Ketiga, dan dalam firman-Nya (هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً) (Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?) merupakan penetapan tauhid asma’ wa shifat.

Berikut penjelasan ringkas tentang tiga jenis tauhid tersebut. 

Pertama, tauhid rububiyah. Maknanya adalah mengesakan Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan, dan pengurusan. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah:

أَلاَلَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah” (QS al-A’raf [7]: 54)

Kedua, tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah karena penisbatanya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya kepada makhluk (hamba). Adapun maksudnya ialah pengesaan Allah dalam ibadah, yakni bahwasanya hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi. Allah Ta’ala berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَايَدْعُونَ مِن دُونِهِ الْبَاطِلُ

”Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang mereka seru selain Allah adalah batil” (QS Luqman [31]: 30)

Ketiga, tauhid asma’ wa shifat. Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan nama-nama dan sifat-sifat yang menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya kita harus menetapkan seluruh nama dan sifat bagi Allah sebgaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan sesuatu yang semisal dengan Allah dalam nama dan sifat-Nya. Dalam menetapkan sifat bagi Allah tidak boleh melakukan ta’thil, tahrif, tamtsil, maupun takyif. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya: ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS asy-Syuura [42]: 11)

Masih dalam penjelasan di website muslimah.or.id, disampaikan bahwa antara tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Tauhid rububiyah mengkonsekuensikan tauhid uluhiyah. Maksudnya pengakuan seseorang terhadap tauhid rububiyah mengharuskan pengakuannya terhadap tauhid uluhiyah. Barangsiapa yang telah mengetahui bahwa Allah adalah Tuhannya yang menciptakannya dan mengatur segala urusannya, maka dia harus beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya.

Sedangkan tauhid uluhiyah terkandung di dalamnya tauhid rububiyah. Maksudnya, tauhid rububiyah termasuk bagian dari tauhid uluhiyah. Barangsiapa yang beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya, pasti dia meyakini bahwa Allahlah Tuhannya dan penciptanya. Hal ini sebagaimana perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam: “Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah (75), kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? (76), karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam (77), (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang memberi petunjuk kepadaku (78), dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku (79), dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkanku (80), dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali) (81), dan Yang amat aku inginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat (82)” (QS asy-Syu’araa’ [26]: 75-82)

Maka, sesuai dengan pembahasan kita tentang Ramadhan ini, khususnya kewajiban melaksanakan shaum, adalah bagian dari konsekuensi terhadap keimanan kepada Allah dan pelaksanaan perintah-Nya. Meyakini hanya Allah Ta’ala sebagai pencipta dan wajib diibadahi.

Semoga saja di Ramadhan yang udah menjelang garis finis ini kita tetap semangat melaksanakan amalan shalih dengan landasan iman (khususnya kepada Allah Ta’ala) sebagai daya tahannya. Mulai dari shaum, shalat tarawih (tentu saja shalat wajib yang utama), shadaqah, baca al-Quran, dan berlomba mendapatkan lailatul qadar. Semoga keikhlasan tetap dijaga, hanya untuk mengharap keridhoan Allah Ta’ala.

Sobat, insya Alalh pekan depan saat kita ketemu lagi bisa saja Ramadhan hari terakhir, karena jumlah hari dalam sebulan menurut penanggalan hijriah adalah 29 atau 30. Semoga bisa sampai di garis finis dan mendapat gelar orang yang takwa. Insya Allah
 
https://osolihin.wordpress.com/2016/06/27/ramadhan-menjelang-garis-finis/

Lengkapnya Klik DISINI

Hizbut Tahrir Mesra Dengan Syiah?

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Seiring revolusi di belahan Timur Tengah sana, isu Syiah kembali menyeruak. Pertempuran yang terjadi di dunia Arab, khususnya Suriah, memperlihatkan adanya gesekan antara dua kubu; Sunni dan Syiah. Pergesekan ini terus menjalar luas. Terlebih ketika turut campurnya beberapa negara ke kancah perang. Dalam kasus Suriah dan Irak, Iran secara terbuka mengirimkan pasukannya dan milisi Syiah untuk masuk kesana. Pun demikian dengan Arab Saudi. Saudi pun mengirimkan jet-jet tempur ke Yaman untuk menyerang suku Houtsi yang berbasis Syiah. Tak ayal, pengaruh pergesekan ini semakin meluas karena baik Saudi (Sunni) atau Iran (Syiah) mempunyai pengaruh dan pendukungnya masing-masing di berbagai wilayah dunia. 
 
Beberapa waktu lalu pun, Indonesia ramai terkompori masalah ini. Muncul berbagai berita dan spekulasi terkait Sunni & Syiah yang cukup panas aromanya. Kubu Sunni "radikal" memandang bahwa Syiah memiliki hidden agenda dalam pemerintahan Indonesia. Mengingat ada salah satu tokoh Syiah yang duduk di parlemen. Kubu Syiah pun tak kalah gertak, beberapa yang terkenal radikal dan kontroversial, malah siap melakukan pertempuran dengan Sunni. Bahkan jualan mereka didukung oleh kelompok-kelompok liberal yang selama ini memang kerap berhadapan dengan kelompok Sunni "radikal". 
 
Terlepas dari itu, ada suatu fakta menarik yang sayang untuk dilewatkan. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebuah ormas yang dikenal berpaham Sunni, menjadi sorotan beberapa kelompok Sunni "radikal" karena dipandang memiliki hubungan dengan Syiah, khususnya Syiah Iran. Hal tersebut dikarenakan adanya isu tentang penawaran Khilafah kepada Imam Khomeini pasca Revolusi Iran. Akan tetapi keterkaitan dengan Syiah ini dibantah oleh Juru Bicara HTI di sela-sela kegiatan Halaqoh Islam dan Peradaban yang digelar di Gedung Asrama Haji Yogyakarta (11/4/2015).[1] Menurut Jubit HTI, Hizbut Tahrir (HT) kala itu justru mengkritik Khomeini dan Rancangan Konstitusi Iran yang kemudian kritik tersebut dibukukan dalam kitab berjudul Naqdh Masyru’ ad-Dustur al-Irani yang terbit 7 Syawal 1399 H (30 Agustus 1979).[2] Bagi HT, perbedaan HT dengan Syiah adalah pada tataran ushul dan furu'.
 
Fakta ini menjadi menarik karena ada beberapa hal yang justru bertolak belakang dengan penjelasan juru bicara HT dan juga beberapa anggota HT lain terkait Syiah dan Khomeini. Hal-hal yang menyebabkan sebagian pihak akhirnya menyatakan bahwa HT tidak jujur dalam penyikap mereka terhadap Syiah. Entah karena ketidakpahaman mereka akan Syiah atau memang dibalik itu semua ada kemesraan diantara Syiah dengan HT -yang menyatakan dirinya partai politik-. Adapun beberapa hal tersebut adalah: 
 
1. ANGGOTA HT ADA YANG BERALIRAN SYIAH 
 
Besar kemungkinan anggota HT beraliran Syiah di lapangan banyak, khususnya untuk daerah Timur Tengah. Hal ini didasari oleh pernyataan DR. Muhammad Muhsin Radly, anggota HT Irak, dalam tesisnya yang berjudul "Hizbut Tahrir: Tsaqafatuhu wa Manhajuhu fii Iqamati Daulah Khilafah”.[3] Dalam tesis tersebut dijelaskan bahwa pengikut madzhab Jafari (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) banyak yang bergabung menjadi anggota HT Irak, di antara mereka yang terkenal adalah: Muhammad Hadi Abdullah as-Subaiti, dan Arif al-Bashri." (hal - 98). Selain itu, di Libanon pun banyak tersebar anggota HT dan pendukung HT (hal - 113). Salah satu nama yang mencuat di HT Libanon adalah dr. Mohammad Jaber [4] yang memangku jabatan sebagai salah satu ketua HT di Libanon.
dr. Mohammad Jaber bersama Mahan Abedin, peneliti IDSA di Nabatieh
Dokter kelahiran 50-an dari Nabatieh (Lebanon Selatan) ini menyelesaikan pendidikan kedokteran di Jerman Barat sebelum kembali ke Lebanon pada tahun 1985. Dia sudah bergabung dengan HT sejak tahun 1974 dan menjabat jabatan di HT Libanon pada tahun 2006. Mohammad Jaber mengakui sendiri langsung dalam sebuah wawancara yang dilakukan Mahan Abedin, Peneliti Institute for Defence Studies and Analysis New Delhi, bahwa HT tidak mementingkan untuk melampirkan identitas sektarian dan perbedaan di dalam Islam. Oleh karenanya, dia kemudian mengakui bahwa dirinya lahir dari keluarga Syiah dan dia sendiri bermazhab Jafary [5] (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah). 
 
2. PENAWARAN KHOMEINI MENJADI KHALIFAH 
 
Beberapa anggota HT apabila dikonfirmasi terkait hal ini akan mengatakan bahwa tidak benar HT mengirimkan perwakilannya untuk menawarkan Khalifah kepada Khomeini tahun 1979.[6]Dalam pertemuan tersebut, HT hanya menjelaskan dan menawarkan pada Khomeini tentang kesalahannya dan jauhnya dia dari kebenaran dengan mengesampingkan penerapan Islam secara sempurna. HT juga menyampaikan kepadanya tentang kewajiban mengangkat seorang kepala Negara yang akan bertindak sebagai khalifah bagi seluruh umat Islam. Hal tersebut menurut anggota HT belum pernah dilakukan oleh pihak lain.[7]
 
Karena tidak menerima tanggapan dari Khomeini selama berbulan-bulan, HT akhirnya menerbitkan Naqdh Masyru’ ad-Dustur al-Irani (Kritik terhadap Undang-Undang Dasar Iran) yang terbit 7 Syawal 1399 H (30 Agustus 1979).[8] Kritik tersebut coba diberikan langsung pada Khomeini oleh delegasi HT namun tidak berhasil bertemu Khomeini lagi. 
 
Ada beberapa catatan yang berbeda terkait hal diatas dengan apa yang disampaikan dr. Mohammad Jaber. Menurut Jaber, pertemuan dengan Khomeini tidak hanya dilakukan pada tahun 1979 saja namun dilakukan juga beberapa bulan sebelum kemenangan revolusi Iran. Pertama delegasi HT (terdiri dari dr. Mohammad Jaber, amir HT Eropa, dan pendamping amir HT Eropa) mengirim terlebih dahulu surat untuk bertemu lalu akhirnya dapat bertemu pertama kali pada bulan Oktober 1978. Selanjutnya pertemuan kedua pada Desember 1978 dan terakhir Februari 1979. Delegasi menekankan pada Khomeini agar mau mendirikan negara Islam yang mendunia (Khilafah). Bahkan jika Negara tersebut nantinya akan didominasi oleh penganut Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah). HT akan siap membantu dengan catatan tetap bentuknya Khilafah untuk seluruh kaum muslimin.[9]
 
Adanya informasi tadi dengan jelas menampakan bahwa HT memang menawarkan Khomeini sebagai Khalifah. Karena HT meminta Khomeini untuk mendirikan Khilafah dan kalaupun dikuasai Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) maka tidak mengapa. Kenapa disimpulkan demikian? Karena pemimpin Revolusi Iran sekaligus pemimpin spiritual Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) saat itu adalah Khomeini. Pada saat itu pun Khomeini tidak diminta untuk beralih menjadi Sunni. Hal ini diperkuat dengan pernyataan kesiapan HT untuk membantu Khomeini apabila Khilafah nantinya dikuasai Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah). Sehingga akan tidak mungkin apabila Khalifahnya adalah HT Eropa atau amir HT. Karena kedua orang tadi bukan penganut Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah). 
 
Bantahan HT tidak menawarkan Khomeini sebagai Khalifah pun tertolak sendirinya dengan apa yang pernah dirilis HT sendiri di majalah Al Khilafah No. 18, Jum’at, 2 Januari 1410 H (1989), dan majalah Al Wa’ie, Nomor 75 halaman 23 (1993). Dalam majalah Al Khilafah dengan artikel berjudul “Hizbut Tahrir wal ‘Imam’ Khomeini”, dikatakan “Kami mengusulkan agar Khomeini menjadi khalifah umat ini”. Sedangkan dalam Al Wa’ie, Nomor 75 halaman 23 (1993) dikatakan bahwa persoalan sunni-syiah ini terjadi karena ada orang-orang yang berada di belakang perpecahan ini (yang mempunyai maksud tertentu). Oleh karenanya HT harus memerangi orang-orang itu, sebab tidak ada perbedaan antara keduanya, dan siapa saja yang melakukan perbedaan itu maka akan HT lawan”. 
 
Bagi HT sendiri, kemungkinan seorang Syiah menjadi Khalifah bukanlah sebuah keniscayaan, sebab dalam buku pelatihan ideologis-politik berjudul “Dasar-Dasar Islam” (1953), dengan jelas diyatakan bahwa penganut Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) adalah kaum Mukminin yang memiliki hak untuk berperan secara aktif di dalam Negara Islam, termasuk aksesi ke Kantor Politik-Keagamaan yang tertinggi, yaitu Khalifah.[10
 
3. MENGAGUNGKAN KHOMEINI 
 
Bagi dr. Mohammed Jaber, Khomeini merupakan pemimpin besar Islam dan tulus. Khomeini memiliki pengaruh politik dan hukum dalam tatanan global. Dia juga telah berhasil mengubah jalan dan beberapa konsep yang mendasar terkait hubungan internasional. Menurutnya, pendapat ini adalah pendapat pribadinya akan tetapi pendapat ini disebar di para pemimpin HT dan anggota HT di seluruh dunia.[11]
 
Bukan hanya dr. Mohammed Jaber saja yang memuji Khomeini, tokoh HT lain pun ikut memuji-muji Khomeini. Adalah Muhammad Mis’ari yang menyebarkan selebaran di London pada Kamis 22 Syawwal 1415 H / 23 Maret 1995 M. Isi dari selebaran tersebut salah satunya memuji Khomeini dengan mengatakan bahwa Khomeini adalah seorang pemimpin bersejarah yang agung dan jenius. Selain itu, dia mencaci sebagian ulama dan menganggap Syiah sebagai saudara.[12]
 
4. KERJASAMA DENGAN HIZBULLAH 
 
Hubungan HT dengan Hizbullah secara struktural memang tidak. Kedua kelompok nampaknya pernah menjalin komunikasi. Entah resmi atau tidak. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan dr. Mohammed Jaber yang memuji Hizbullah sebagai kelompok perlawanan dan politik Islam yang tulus. Adalah sebuah kewajiban syar'i, menurut dr. Mohammed Jaber, untuk mendukung perjuangan Hizbullah.[13] Meskipun demikian, HT menyatakan bahwa mereka tetap kritis terhadap kebijakan-kebijakan politik Hizbullah.


Anggota Hizbut Tahrir Inggris aksi bersama pendukung Hizbullah di depan pagar Kedutaan besar Arab Saudi memprotes serangan Israel ke Gaza (2009)
Hubungan ini nampak ketika diselenggarakannya acara Al Quds Day [14] di jalanan kota London yang rutin setiap tahun. Acara ini memang bukan acara HT dan Hizbullah, namun ini adalah acara lintas golongan, agama, dan kelompok. Beberapa kelompok yang terlibat di dalamnya adalah British Muslim Initiative, Crescent International, Friends of Al-Aqsa, Islamic Forum Europe, Islamic Human Rights Commission, Islamic Student Association UK, Islamic Centre of England, Innovative Minds, International Muslims Organization, Lebanese Communities, Muslim Association of Britain, Neturei Karta, Palestine Return Centre, Palestine Internationalist, Respect Party, Stop the War and the 1990 Trust. Beberapa tokoh HT tercatat pernah mengisi acara ini berbarengan dengan tokoh-tokoh lainnya. Antara lain Majid Nawaz (2006), Taji Mustafa [15] (2008)
Taji Mustafa dalam acara Al Quds Day 2010 bersama organisasi lintas agama dan kelompok di London (4/10/2010)
5. PERNYATAAN TIDAK SEMUA SYIAH KAFIR/SESAT 
 
HT kerap mengatakan bahwa HT dengan Syiah berbeda. Mereka memiliki perbedaan pada tataran ushul dan furu', atau dengan kata lain berbeda dari segi pondasi dan bangunan. Seperti yang disampaikan dalam pertemuan MIUMI Pusat & HTI di Alqur'an Learning Center (AQL) Tebet Jakarta Selatan (24/4/2015).[16] Singkatnya, HT memandang bahwa tidak semua Syiah sesat atau kafir. Syiah ada yang sudah masuk kafir, ada yang sesat, namun sebagian lagi ada yang masih muslim misalnya sebagian Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) atau Syiah Zaidiyyah, khususnya yang di Yaman. 
 
Terkait Syiah Zaidiyyah, aliran ini dinisbatkan kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin. Ali Zainal Abidin, bapaknya, merupakan sosok yang cinta kepada para sahabat seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman. Bahkan beliau menilai kalangan yang senantiasa mencaci maki para sahabat merupakan kalangan yang melecehkan Islam dan bukan bagian dari Islam (Kafir). Pemahaman ayahnya tersebut diikuti oleh anaknya, Zaid bin Ali. Hingga karena kealimannya, muncullah pengikut yang menamakan diri mereka sebagai Syi’ah Zaidiyah. 
 
Dalam perkembangannya Zaidiyyah disebut memiliki kemiripan dengan Mu’tazilah karena kerap berinteraksi dengan murid-murid Washil bin Atha’. Sedangkan dalam masalah fikih mereka memiliki kemiripan dengan madzhab Hanafi karena sering terjadi interaksi antara murid-murid Abu Hanifah di Irak dengan Zaid bin Ali. Hanya saja, untuk perkara tauhid, Zaidiyyah berbeda dengan mazhab Hanafi dan pandangan sunni lainnya. Beberapa hal terkait akidah yang berbeda dengan sunni adalah; 1) Tidak meyakini bahwa orang-orang yang beriman dapat melihat Allah di akhirat, 2) Allah tidak menciptakan maksiat, 3) Kalam adalah makhluk, bukan bagian dari sifat-sifat Allah, 4) Mengingkari adanya syafaah bagi umat Rasulullah yang menjadi ahli maksiat, 5) Orang yang lebih berhak setelah kepemimpinan Rasulullah adalah Ali dan kelaurganya. Pengangkat Abu Bakar adalah kesalahan. Namun demikian, Zaidiyah tidak sampai mengkafirkan para sahabat akibat “kesalahan” ini, 6) Dibolehkan dan dibenarkan bahkan wajib melakukan pemberontakan kepada pemerintahan Muslim yang zalim (ket: pernah terjadi pada abad ke 8 (bani Umayyah), masa terakhir Utsmaniyyah tahun 1915). 
 
Karena pemikiran Syiah Zaidiyyah seperti diataslah, Imam Asy-Syaukani akhirnya tertobat dan memilih kembali ke ahlu sunnah Wal jamaah. Meskipun selama itu beliau kerap dikenal dan dikatakan sebagai ulama syiah (baca: Syiah Zaidiyyah). Sebagai bentuk pertobatannya, Imam Asy-Syaukani menyusun kitab yang cukup terkenal dengan judul As-Sail Al-Jurar Al-Mutadaffiq 'ala Hada,iq Al-Azhar. Isi kitab tersebut mengkritik seluruh pemikiran dan pendapat kelompok Syiah Zaidiyyah, serta menelanjangi kebohongan-kebohongannya dan penyimpangan-penyimpangannya dari pemahaman As-Sunnah yang dipahami Salaf As Shalih. 
 
Dan bukan hanya Imam As Syaukani saja yang menentang Syiah Zaidiyyah, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari pendiri sekaligus Rais Akbar Nahdhatul Ulama pun menolaknya dan menyatakan mazhab Syiah Dua Belas Imam (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) dan Zaidiyah tidak sah diikuti umat Islam dan tidak boleh dipegang pendapatnya sebab mereka adalah ahli bid’ah. Pihak MUI pun telah mengeluarkan resmi buku terkait hal tersebut.[17]
Buku Resmi Panduan Majelis Ulama Indonesia terkait penyimpangan Syiah
Yang perlu dipahami adalah Syiah Zaidiyyah saat ini keberadaan mereka hanya tersisa di Yaman, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Syiah Houtsi. Mereka telah banyak menyelesihi pendahulunya, bahkan pada dekade terakhir ini gencar memerangi Ahlu Sunnah dan berusaha merebut dan berkuasa di pemerintahan Yaman. Pergeseran Syiah Zaidiyyah ini banyak bermula dari merapatnya ulama-ulama Syiah Zaidiyyah pasca revolusi Iran yaitu pada tahun 1979 ke Khomeini.[18] Sehingga secara akidah dan politik mereka telah melebur dan membaur menjadi warna yang sama, sebab Syiah Zaidiyah tersebut menjadi berpegang pada kitab yang sama dari kitab yang menjadi rujukan Syiah Itsna Asy'ariyah/Imamiyah. 
 
Terlepas dari itu, kalau pun toh Syiah Zaidiyah (Houtsi) hari ini masih dianggap muslim dan lebih dekat dengan Ahlu Sunnah, maka pembelaan pada Syiah Zaidiyyah yang masih ada di Yaman ini pun menjadi blunder apabila dikaitkan dengan seruan HT tentang persatuan Sunni-Syiah.[19] Mengapa? Sebab kalaulah yang dikatakan Syiah masih muslim itu Syiah Zaidiyyah yang di Yaman, lantas kenapa seruan Sunni dan Syiah bersatu dalam nanungan Khilafah justru dikeluarkan di Irak yang notabene lebih banyak Syiah Nushairiyyah di bagian barat dan sebagian Rafidhah di sebelah timur Irak. Kalau pun mau mengeluarkan seruan tersebut harusnya dikeluarkan oleh HT wilayah Yaman. 
 
Syi'ah sendiri secara keseluruhan, dari awal lahir hingga berakhirnya Khilafah tahun 1924, senantiasa diperangi oleh para dinasti kekhilafahan. Tidak dipungkiri, memang ada upaya dari Khalifah untuk menyatukan sunni dan syiah. Itu pun dalam konteks mendakwahi mereka untuk pindah dari Syiah ke sunni, bukan dibiarkan tetap Syiah. Usaha ini pernah dilakukan tahun 74 H. Umat Islam yang menyokong persatuan ini akhirnya disebut Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah. Namun opsi ini ditolak oleh kaum Syiah sendiri. Oleh karena itu, meskipun sempat menguasai wilayah dan pemerintahan, Syiah akhirnya selalu diburu untuk didakwahi agar beralih pada Islam atau diperangi. Khalifah Jafar al Mansur (Bani Abbasiyah) dan Salahuddin al Ayyubi menjadi salah satu bukti atas hal tersebut. Mereka melakukan itu karena paham bagaimana akidah dan tabiat Syiah yang tidak mau bersatu. Kasus kejatuhan Abbasiyah ke tangan Tartar hingga lahir Daulah Syiah Fathimiyah, kasus penghadangan kapal dagang Khilafah masuk Nusantara, kasus pelolosan Portugis masuk Nusantara, hingga masuk kerjasama Syiah dengan Mustafa Kamal Attaturk untuk membendung membendung Khilafah Utsmaniyyah menjadi beberap bukti dari penyimpangan yang kerap dilakukan Syiah.
 
6. MAZHAB JAFARY ADALAH MAZHAB ISLAM 
 
Kembali ke dr. Mohammad Jaber, dia menyatakan dirinya adalah seorang yang bermazhab Jafariy. Mazhab yang menurutnya dan sebagian besar anggota HT masih dalam lingkup Islam. Yang karenanya maka sah-sah saja Jaber menjadi anggota HT bahkan menjadi tokoh sentral di HT Libanon. Namun seperti apakah mazhab Jafari itu? 
 
Mazhab Jafary dikenal juga sebagai mazhab Dua Belas Imam /Istna al asy ariyah/Rafidah. Namnya dinisbatkan kepada Imam ke-6 kaum Syiah, yaitu Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Ulama terkenalnya abad ini adalah Khomeini. Perlu diketahui, Imam Jafar tidak pernah menuliskan kitab. Berbeda dengan 4 imam besar lainnya seperti; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Imam Malik merupakan murid langsung Imam Jafar. Imam Malik menulis berbagai kitab fiqh tapi tidak dinamakan fiqh Jafary. Karena Imam Malik memiliki metode tersendiri atas fiqhnya yang kemudian lahirlah nama mazhab Maliki. 
 
Akibat ketiadaan kitab yang langsung ditulis oleh Imam Jafar, kaum Syiah penganut mazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) akhirnya mencari-cari kitab rujukan. Karena tidak ada satu pun murid Imam Jafar yang menulis kitab (kecuali Imam Malik), akhirnya mereka mendapatkan rujukan pula yaitu kitab Furu’ Al Kafi Al Kulainy (Kitab rujukan tertua). Namun kitab ini ditulis 180 tahun setelah Imam Ja’far wafat. Kitab lain yang dijadikan rujukan adalah kitab Man La Yadurruhul Faqih karya Muhammad bin Ali bin Babawaihy Al Qummy yang ditulis 230 tahun setelah Imam Jafar wafat. Atau 50 tahun kemudian setelah kitab Furu’ Al Kafi Al Kulainy. Atau sekitar 4 generasi. Karena jauhnya jarak periwayat dan penulis kitab, akhirnya banyak ditemukan sanad-sanad yang terputus dan tidak jelas sambungannya ke Imam Jafar. Ulama Syi'ah ternama, Syarif Al Murtadlo di dalam kitabnya Rosail Syarif Al Murtadlo juz 3 hal 310 menjelaskan bahwa kebanyakan fiqh (Syiah) bahkan keseluruhanya tidak terlepas dari berpedoman kepada madzhab yg terhenti, diriwayatkan dari jalur lain dan ada kalanya keduanya darinya. 
 
Kalaulah kemudian mazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) mau ini dimasukan ke dalam Islam sebenarnya sah-sah saja. Tidak ada larangan selama memang tidak menjadi masalah bagi umat Islam itu sendiri. Namun sebelum jauh menyatakannya masuk ke dalam khazanah Islam, ada baiknya dilihat terlebih dahulu bagaimana fiqh Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) ini sebenarnya. Beberapa fiqh yang menarik yang ada dalam mazhab Jafari (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) adalah; kebolehan nikah mut'ah, shalat dalam sehari semalam ada 50 kali, gerakan shalat yang berbeda [20], mengucapkan “aamiin” setelah al Fatihah dalam shalat maka batal shalatnya, bersedekap ketika shalat maka batal shalat, mengakui Ali merupakan khalifah dan pemimpin umat Islam setelah Rasulullah dengan alasan perintah dari Allah di sebuah tempat yang dikenal dengan nama “Ghadir Khum” yang akhirnya lahirlah Hari Raya Idul Dhadir, dll. Lalu bagaimana hubungannya dengan HT? Maka apabila kemudian ada seorang anggota HT menyatakan dirinya bukan Syi'ah namun Muslim dengan bermazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah), maka apakah contoh-contoh fikh diatas tidak cukup mengatakan bahwa anggota tersebut sejatinya bukan anggota HT. Sebab dari contoh fiqh yang sedikit itu saja sudah dapat dipastikan akan bertentangan dengan apa yang diadopsi HT. Kalau misalnya sebenarnya maksud dia adalah "dulu" dia bekas penganut mazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah) dan sekarang sudah berubah menjadi sunni, apa urgensinya mengaku-ngaku sebagai Syiah atau mengaku bermazhab Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah)? Kenapa tidak menyatakan diri dengan kalimat "Saya muslim, tapi dulunya saya Syiah" atau "Saya telah tobat dari Syiah Jafary (Istna Asy’ariyah/Imamiyah/Rafidhah), sekarang saya muslim"? Kenapa konsep Syiah terus dibawa-bawa dan digunakan? Apakah karena Syiah memang didalam tubuh HT dibolehkan? Kalau kemudian dijawab boleh atau muter-muter tidak jelas lagi, maka jangan salahkan orang semakin yakin bahwa HT memang mesra dengan Syiah. Itu pun kalau tidak mau dikatakan HT disusupi Syiah. Atau yang lebih ekstrim lagi adalah HT adalah Syiah itu sendiri. Wallahu’alam
 
Referensi:
8. religion.info, Op.cit.
9. Ibid.
10. Ibid.
11. Ibid.
12. Mereka Adalah Teroris, Al Ustadz Luqman bin Muhammad Ba’abduh, Pustaka Qaulan Sadida Cetakan ke 2, Dzulqa’dah 1426 H.
13. religion.info, Op.cit.
17. Buku panduan MUI, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia, hal 33-34
 
nemu disini :
https://www.facebook.com/notes/adi-sanjaya/hizbut-tahrir-mesra-dengan-syiah/254881064891987 

Lengkapnya Klik DISINI

7 Panglima Muslim Terhebat dalam Sejarah Islam

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Dimana ada suatu peradaban, disitu selalu saja ada peperangan tak berujung demi memperebutkan otoritas wilayah maupun kekuasaan ideologi atau agama. Alhasil, beberapa pertempuran pun sempat memunculkan beberapa pemimpin perang terhebat di dunia dalam sejarah tersebut.

Panglima atau dalam istilah lain adalah raja perang yang memiliki hak kontrol atau berkuasa terhadap daerah beserta beberapa pasukan militer yang setia kepadanya. Tak hanya lihai dalam bertarung, akan tetapi mereka juga dihiasi dengan akhlak mulia dan unggul dalam pemikiran merancang strategi.

1. Salahuddin Al-Ayyubi
Saladin
azquotes.com

Pemilik nama lain Saladin atau Salah ad-Din ini merupakan seorang jendral pejuang muslim Kurdi yang berasal dari Tikrit, Irak. Ia membangun sebuah Dinasti Ayyubiyah di berbagai negara Afrika dan Asia seperti Suriah, Mesir, Irak, Mekkah Hejaz, Yaman dan Deyak Bakr.

Dalam dunia Muslim bahkan Kristen, Salahuddin memang dikenal karena kepemimpinan, kekuatan militer serta sifatnya yang mudah memaafkan saat bertempur melawan para tentara nasrani pada saat perang salib.

Selain jago dalam hal kepemimpinan, Salahuddin juga merupakan seorang ulama terkemuka. Ia mewasiatkan catatan kaki dan beragam jenis penjelasan pada kitab hadits Abu Dawud.
 
2. Abdullah bin Aamir
Abdullah bin Amr
theghurabah.blogspot.com

Menjabat sebagai Gurbernur Busrha pada tahun 647 – 656M, Abdullah bin Aamir adalah seorang jenderal militer yang sukses di masa kejayaan pemerintah Khalifah Utsman bin Affan. Beliau memiliki kemampuan dalam mengola administrasi negara beserta kekuatan militernya.
 
3. Amr bin Ash
Amr bin Ash
skanaa.com

Sebelum masuk agama Islam, Amr bin Ash pernah mengambil bagian dalam pertempuran melawan Nabi Muhammad SAW beserta kamu muslimin. Singkat cerita, beliau mendapatkan hidayah dari Allah SWT. lalu bersyadat bersama dengan Khalid bin Walid.

Selang 6 bulan kemudian, Amr bin Ash mendampingi Rasulullah SAW untuk menaklukan kota Mekkah dalam peristiwa Fathul Mekkah. Ia dikenal sebagai panglima perang berwatak bijak dan cermat dalam mengatur strategi.

Lain dari pada itu, Amr bin Ash juga sempat menjadi panglima perang dalam misi penaklukan Baitul Maqdis dan Mesir agar terlepas dari cengkraman jajahan Romawi.

Di masa pemerintahan Umar bin Khattab, beliau ditunjuk sebagai gubernut Mesir. Hingga akhirnya masa jabatan tersebut berakhir ketika pemerintahan Utsman bin Affan telah mengambil alih.
 
4. Tariq bin Ziyad
Thariq bin Ziyad
voa-islam.com

Dalam sejarah Spanyol, Tariq bin Ziyad terkenal sebagai salah satu legenda berjuluk Taric el Tuerto (Taric bermata satu). Beliau menjabat sebagai jendral pada masa pemerintahan dinasti Umayyah.

Dinasti tersebut juga sempat menaklukan di sekitar wilayah Al-Andalalus yakni Portugal, Andorra, Gibraltar, Spanyol di tahun 711 M.
 
5. Syurahbil bin Hasanah
Syurahbil bin Hasan
dakwahmuslim.com

Beliau adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Syurahbil bin Hasanah pernah ditunjuk sebagai komandan dalam pasukan Rasyidin. Di bawah naungan Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, beliau dinilai sukses dalam jabatan komandan tersebut.

Selama penaklukan Muslim di Suriah, Syurahbil didaulat menjadi komandan lapangan utama. Tugasnya dimulai sejak tahun 634 hingga akhirnya kematian menjemput beliau akibat serangan wabah pada tahun 639.
 
6. Khalid bin Walid
Khalid bin Walid
oasemuslim.com

Menjadi seorang panglima perang di masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Khalid bin Walid terkenal dengan kelihaiannya menghunus musuh dengan pedang saat berperang, sehingga ia dijuluki sebagai Saifullah Al-Maslul yakni pedang Allah yang terhunus.
Beliau merupakan salah satu dari beberapa panglima perang yang berperan penting dan tidak pernah terkalahkan sepanjang karirnya.
7. Muhammad Al-Fatih
Muhammad Al-Fatih
jurnalislam.com

Sultan Mehmed II atau biasa dikenal dengan Muhammad Al-Fatih merupakan seorang jenderal yang menaklukkan Konstatinopel di masa itu. Karena penaklukan tersebut, banyak dari masyarakat bahkan tak sedikit dari lawannya kagum dengan cara kepemimpinan beliau.

Bagaimana tidak? Taktik dan strategi Muhammad Al-Fatih dianggap sudah mendahului pada zamannya beserta beberapa kaedah tentang pemilihan tentaranya.
sumber :  http://www.satujam.com/panglima-muslim/
Lengkapnya Klik DISINI

Antara Ramadhan, Perang Badar, dan Fathul Mekah

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

Ilustrasi. (dakwatuna/hdn)Rasulullah saw dan umat Islam memulai perjuangan suci untuk menegakkan Agama Islam di bulan Ramadhan dan memperoleh kemenangan gemilang di bulan Ramadhan pula. Kapankah umat Islam Indonesia mau menapak tilasi fakta sejarah ini?

Setelah Rasulullah saw dan kaum muslimin hijrah dari Mekah ke Madinah, di kota baru ini Rasulullah saw menata umat dan membangun fondasi negara Islam. Dimulai dengan membangun masjid sebagai pusat kegiatan dan pembinaan umat Islam, mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar, sampai membuat perjanjian damai antar suku di Madinah, termasuk dengan Yahudi.

Pada abad II Hijrah, negara yang baru seumur jagung ini mendapat ancaman dari musuh, kafir Quraisy. Kaum kafir Quraisy berjumlah seribu pasukan di bawah pimpinan Abu Jahal bergerak menuju Madinah. Rasulullah saw menyambutnya dengan menghimpun pasukan sejumlah 300 orang. Kedua pasukan berbeda akidah ini bergerak dan berhadap-hadapan di lembah Badar.

Lembah ini diapit oleh dua bukit; di timur diapit oleh bukit ‘Udwah al-Qushwa dan di barat diapit oleh bukit ‘Udwah ad-Dunya. Di sisi selatan, lembah Badar dibatasi oleh bukit al-Asfal. Sejak masa sebelum Islam, lembah tersebut sudah menjadi jalur yang banyak dilintasi kafilah-kafilah dagang asal Mekah atau Yaman yang hendak berniaga ke Syam (Suriah dan Lebanon).

Tanahnya yang subur karena memiliki campuran pasir dan tanah dengan beberapa mata air di lembah tersebut membuat para kafilah bisa singgah beristirahat di lembah ini dengan nyaman. Saat ini, lembah Badar menjadi salah satu kota yang berada di wilayah Propinsi Madinah dengan nama lengkap Kota Badar Hunain. Jarak kota ini dari kota Madinah sekitar 130 km.

Lembah ini menjadi saksi sejarah saat kaum muslimin memukul telak kaum kafir Quraisy dalam perang Badar. Perang ini meletus pada 17 Ramadhan 2 H. bertepatan dengan 17 Maret 624 M. Perang yang sejatinya tidak seimbang ini, baik dari segi jumlah pasukan maupun perlengkapan perang, memberikan pelajaran mahal bagi kita, umat Islam. Betapapun jumlah kita sedikit, kecil, lemah, namun ketika akidah dan iman tertanam kokoh dalam hati, maka Allah pasti menguatkan dan mengokohkan. Allah pasti memberikan pertolongan, bahkan dari jalan yang tidak biasa.

Simaklah kedahsyatan pertolongan Allah yang direkam dalam Al-Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 123-126.

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin, ‘Apakah tidak cukup bagi kamu, Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?’ ‘Ya (cukup)’, jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan, Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan)-mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran : 123-126)

Perang Badar dimenangkan dengan gemilang oleh pasukan muslim atas pertolongan Allah. Pada perang ini, ratusan kaum kafir Quraisy tewas dan pentolan kaum kafir Quraisy, Abu Jahal, tewas oleh mantan budak yang disiksanya, Bilal bin Rabah ra.

Enam tahun kemudian, diawali dengan pengkhianatan kaum kafir Quraisy terhadap perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah saw menghimpun pasukan muslim dengan jumlah 10.000 pasukan. Rasulullah saw bergerak menuju Mekah dengan singgah di beberapa titik. Di satu titik persinggahan, Marra Zhahran, Abu Sofyan, pentolan kaum kafir Quraisy yang tersisa, masuk Islam. Ini pertanda kaum kafir Quraisy sebenarnya tidak berdaya melawan pasukan muslim.

Kemenangan pasukan muslim dalam Fathul Mekah sejatinya telah dikabarkan dua tahun sebelumnya dengan turunnya wahyu surat Al-Fath. Dan, pembuktiannya terjadi pada 10 Ramadhan 8 H. Pasukan muslim memasuki kota Mekah tanpa perlawanan sedikitpun. Pembebasan kota Mekah berlangsung damai dan aman. Rasulullah saw memasuki Masjidil Haram dan menghancurkan berhala-berhala yang mengitari Kakbah.

Pada hari itu, Mekah berubah dari kota kemusyrikan menjadi kota bertauhid. Warga Mekah berbondong-bondong memeluk Islam tanpa paksaan. Kemudian, disusul oleh orang-orang dari berbagai suku di sekitar Mekah dan jazirah Arab lainnya berbondong-bondong masuk Islam. Inilah kemenangan yang nyata, saat umat manusia tersinari oleh cahaya Islam, ketika umat manusia berbondong-bondong masuk agama Islam. Peristiwa ini diabadikan dalam surah An-Nashr.

Mari kita telaah dua peristiwa besar dalam sejarah Islam ini untuk kita petik pelajaran. Menariknya, perang Badar dan Fathul Mekah sama-sama terjadi di bulan Ramadhan. Artinya, Ramadhan adalah bulan perjuangan dan Ramadhan pula bulan kemenangan. Ramadhan adalah momentum bagi kita untuk melakukan perubahan dan perbaikan mendasar dan menyeluruh dalam hidup kita, baik dalam konteks pribadi, keluarga, masyarakat, maupun negara.

Karena itu, tanyakan kepada diri kita sudahkah kita menyusun program Ramadhan? Telah berapa Ramadhan yang kita lalui? Lalu, bagaimana hasilnya? Rasulullah saw hanya menjalani sembilan kali Ramadhan dalam hidupnya. Hasilnya? Dahsyat luar biasa. Bahkan, beliau hanya perlu enam kali Ramadhan untuk menuntaskan perjuangan besar, misi suci nan agung, menerangi alam dengan cahaya Islam.

Jika demikian, ada yang salah dengan Ramadhan kita. Ramadhan berhenti sebatas ibadah ritual yang belum terejawantahkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Kita masih pilih-pilih dalam menjalankan Islam. Yang mudah dan enak diambil, namun yang dirasa berat ditinggalkan. Kita puasa, tapi ekonomi ribawi masih dijalankan. Kita puasa, tapi pendidikan kita sekuler. Kita puasa, tapi masih enggan berzakat dan berinfak. Padahal, perintah puasa Ramadhan pada tahun 2 Hijrah didahului dengan perintah zakat pada tahun yang sama.

Kita puasa, tapi lebih memilih kesibukan dunia daripada memenuhi panggilan Allah (baca: shalat). Padahal, perintah puasa Ramadhan pada tahun 2 Hijrah didahului dengan perintah pemindahan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Kakbah di Masjidil Haram. Kita puasa, tapi alergi dengan tema jihad. Padahal, perintah puasa Ramadhan pada tahun 2 Hijrah disusul dengan perintah jihad fi sabilillah. Simpulannya, kita puasa, tapi sistem hidup kita belum Islami. Sistem hidup kita belum mengikuti sistem hidup Rasulullah saw dan generasi sahabat.

Jika demikian, bagaimana mungkin kemenangan gemilang umat Islam Indonesia akan hadir di Ramadhan tahun ini? Entah, harus berapa Ramadhan lagi, kita bisa meraih kemenangan sebagaimana Fathul Mekah? Bergantung dari kemauan dan kesungguhan kita. Allah memberikan kemenangan dan kekuasaan kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka, mari pantaskan diri, keluarga, lembaga, masyarakat, dan negara kita untuk diberikan kemenangan gemilang. Wallahu A’lam…  (dakwatuna.com/hdn)

Lengkapnya Klik DISINI

Masa Depan Dakwah Remaja

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!
 dakwahremaja
Banyaknya persoalan akan mengantarkan kita pada upaya mencari solusi alias pemecahannya. Masalah remaja ini kan lumayan banyak ya. Apa aja tuh? Tawuran, pergaulan bebas, pacaran, seks bebas, narkoba, miras, perundungan alias nge-bully, selera dan ekspresi musik, kecanduan game online, pornografi, penyalahgunaan internet, tren mode pakaian, dan lain sebagainya dan lain sejenisnya. Buwanyak buwanget. Namun, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi semua itu? Memulai dari mana untuk bisa turut andil dalam menyelesaikan problem ini?

Jawabannya, dakwah. Tetapi, tentu saja sebelum kita terjun dalam dakwah, kita kudu punya ilmunya dulu dong. Nggak asal nyebur aja di arena dakwah. Nah, ilmu didapat dari belajar. Setuju ya? Ok. Jadi, untuk bisa ikut andil dalam dakwah, maka kita kudu mempermak diri kita dengan ilmu keislaman. Berarti kudu belajar dulu, kan? Ya, belajar dan mengkaji. Kalo untuk kegiatan belajar Islam, biasanya orang udah kadung pake istilah ngaji. Betul, dengan ngaji kita jadi bisa tahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Melalui ngaji, kita jadi tahu mana yang halal dan mana yang haram. Ngaji juga mengantarkan kita kepada pengetahuan dan pemahaman mana perbuatan yang terpuji dan mana perbuatan yang tercela. Mau kan jadi orang yang tahu dan paham? Harusnya mau, dong.

Ngaji, langkah awalnya

Sobat gaulislam, saya kebetulan mengajar di Pesantren Media untuk materi pelajaran Problem Anak Muda. Nah, dalam mapel ini santri dirangsang cara berpikirnya untuk mendata apa saja sih permasalahan remaja itu, lalu menilainya dan mencari solusi atas permasalahan tersebut. Ini standar lho. Sebab memang begitu adanya. Nggak ada asap kalo nggak ada api. Sebab-akibat terhadap suatu fakta itu menjadi langganan santri Pesantren Media dalam membaca dan memahami fakta. Maka, seharusnya cara pandang seperti ini bisa menghantarkan kita untuk tahu permasalahan dan solusinya.
Ngaji sebagai langkah awal kita untuk bisa nyebur di arena dakwah, adalah sebuah keharusan. Umpama kita mau renang, tentu saja nggak asal nyebur. Perlu sedikit teori dasar dan perlu bimbingan yang sudah tahu seluk-beluk renang. Sama halnya ketika mau nyebur dalam medan tempur, setiap individu prajurit kudu tahu teori pake senjata, bertahan di medan perang, strategi memukul mundur musuh, strategi gerilya, taktik menyerang melalui darat, laut, dan udara. Semua teori itu dipelajari terlebih dahulu. Bahkan, sebelum berperang pun tetap ada briefing untuk menyatukan tujuan dan target serta cara mencampainya. Semua butuh ilmu sebelum amal. Itu sebabnya, bagi para remaja wajib juga untuk mengkaji Islam, sebelum terjun langsung dakwah.

Melalui ngaji kita akan tahu kewajiban, keutamaan, cara, tujuan, target, dan bagaimana mencapainya. Selain itu, kita juga diajarkan untuk senantiasa menjadikan niat sebagai ukuran dalam melakukan perbuatan. Niatnya salah, maka salah pula hasil yang kita dapat meski caranya benar. Shalat nggak diterima kalo niatnya bukan karena mengharap keridhoan Allah Ta’ala, meski caanya benar. Rugi, kan? Ngaji dan dakwah juga nggak diterima sebagai amal shalih kalo niatnya bukan karena Allah Ta’ala. Tuh, tebelin dah catetannya.

Mungkin ada di antara kamu yang bertanya-tanya, gimana caranya bisa ngaji? Nggak usah khawatir, kini banyak kegiatan rohis yang bagus. Ikut aja kegiatan di rohis dan kamu bakal dapetin bukan saja ilmu, tetapi juga teman seperjuangan. Gabung juga di kegiatan remaja masjid yang hampir selalu ada di setiap masjid besar di desa atau kelurahan. Lembaga gaulislam yang menerbitkan buletin kesayangan kamu ini, insya Allah juga bisa membantu kamu untuk belajar seputar Islam dan ikut kajian-kajiannya. Ada tim yang bisa bantu kamu belajar Islam. Tunggu apa lagi? Bergegaslah menuju kebaikan.

Lapar ilmu

Kalo kamu lapar biasanya ingin segera menuntaskan rasa laparmu dengan mencari makanan. Kalo nggak punya duit buat beli makanan, bisa jadi kamu pinjam uang ke tamanmu. Bahkan dalam kondisi yang darurat sekalipun, banyak orang berusaha untuk memenuhi rasa laparnya walau sekadar memakan dedaunan. Kenapa hal itu dilakukan? Semata karena tuntutan kebutuhan bertahan hidup. Lalu bagaimana jika lapar ilmu? Hehehe saya menggunakan istilah ini karena kalo “haus ilmu” kayaknya udah terlalu sering kita dengar. Jika kita dalam memenuhi rasa lapar untuk kebutuhan fisik bisa mengupayakan secara maksimal, maka tak ada salahnya (malah lebih bagus juga) jika dipraktekkan dalam memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan. Jadinya, kondisi kita yang lapar ilmu akan menghantarkan untuk giat dan semangat mencari guru dan belajar demi memenuhi kebutuhan akan ilmu. Betul? Ya, seharusnya.

Itu sebabnya, kondisi lapar ilmu bisa menghantarkan kita giat dan semangat belajar. Ngaji bukan lagi sesuatu yang beban, tetapi sebagai tamasya, rihlah. Maka, bercerminlah kepada para ulama, kepada orang-orang yang secara keilmuan bagus. Belajarlah dengan mereka. Bila belum memungkinkan, teladani semangatnya dalam mencari ilmu dan mendapatkannya. Selain itu, ‘contek’ juga cara para ulama setelah mencari dan mendapatkan ilmu, yakni tiru bagaimana mereka mengajarkannya lagi kepada orang lain, atau mendakwahkannya. Sebab, orang yang sudah punya ilmu namun tidak memiliki semangat untuk menyebarkannya lagi atau menjadi bekal mereka untuk berdakwah, ilmu itu jadi nganggur dan mungkin sia-sia karena hanya dinikmati diri sendiri.

Ayo sobat gaulislam, mumpung punya kesempatan untuk belajar, kajilah Islam. Apalagi kondisi keluarga mendukung. Ayah-ibumu masih ada dan mampu untuk membiayai kehidupan dan proses belajarmu.

Bolehlah kita bercermin pada para ulama terdahulu. Mereka dididik oleh orang tuanya dengan sangat bagus dalam belajar tentang Islam. Kamu tentu tahu kan dengan sosok Imam asy-Syafi’i? Ya, ayah Imam asy-Syafi’i wafat dalam usia muda. Ibunyalah yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikannya hingga kemudian Muhammad bin Idris asy-Syafi’i menjadi seorang imam besar. Ibunya membawa Muhammad kecil hijrah dari Gaza menuju Mekah.

Di Mekah, ia mempeljari al-Quran dan berhasil menghafalkannya saat berusia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirim anaknya ke pedesaan yang bahasa Arabnya masih murni. Sehingga bahasa Arab pemuda Quraisy ini pun jadi tertata dan fasih.

Setelah itu, ibunya memperhatikannya agar bisa berkuda dan memanah. Jadilah ia seorang pemanah ulung. 100 anak panah pernah ia muntahkan dari busurnya, tak satu pun meleset dari sasaran.

Allah Ta’ala memberikan taufik kepada Imam asy-Syafi’i sehingga dengan kecerdasan dan kedalaman pemahamannya, saat beliau baru berusia 15 tahun, Imam asy-Syafi’i sudah diizinkan Imam Malik untuk berfatwa. Hal itu tentu tidak terlepas dari peranan ibunya yang merupakan seorang muslimah yang cerdas dan pelajar ilmu agama.

Imam asy-Sayfi’i bercerita tentang masa kecilnya, “Aku adalah seorang anak yatim. Ibukulah yang mengasuhku. Namun ia tidak memiliki biaya untuk pendidikanku. Aku menghafal al-Quran saat berusia 7 tahun. Dan menghafal kitab al-Muwaththa saat berusia 10 tahun. Setelah menyempurnakan hafalan al-Quran, aku masuk ke masjid, duduk di majelisnya para ulama. Kuhafalkan hadits atau suatu permasalahan. Keadaan kami di masyarakat berbeda, aku tidak memiliki uang untuk membeli kertas. Aku pun menjadikan tulang sebagai tempat menulis”.

Walaupun memiliki keterbatasan materi, ibu Imam asy-Syafi’i tetap memberi perhatian luar biasa terhadap pendidikan anaknya. Buat kita nih, nggak ada alasan lagi untuk malas belajar. Yuk, mulai dari sekarang kita ngaji.

Dakwah bagi remaja

Ya, persoalan penting lainnya, sesuai judul di buletin gaulislam edisi 449 ini, maka kita perlu adanya dakwah khusus buat remaja. Sebab, permasalahan manusia ini banyak banget. Kadang, tergantung tingkatan usia dan latar belakang pendidikan untuk bisa masuk pesannya. Ya iyalah, kan nggak mungkin kita cara berdakwah ke anak-anak disamain dengan cara dakwah buat orang dewasa. Malah, untuk orang dewasa aja, perlu ada trik berbeda ketika dakwah kepada yang masih awam dan kepada yang udah terpelajar. Betul nggak?

Nah, bagaimana prospek dakwah buat remaja? Bagus. Bagaimana masa depan dakwah remaja? Insya Allah bisa bagus juga kalo ditangani dengan benar dan baik sejak dari sekarang (atau saya sih yakin sejak lama sudah dilakukan para pendahulu kita). Sudah ada sejak lama. Kita tinggal melanjutkan saja dan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini. Betul?

Kalo ngeliat fakta sekarang, maka dakwah bagi remaja kudu rajin digeber. Menyatukan banyak komponen. Kalo saya dan kawan-kawan sebagai penulis yang memperhatikan permasalahan remaja, maka cara utama saya berdakwah dalam menyelesaikan problem tersebut adalah melalui media, khususnya tulisan yang saya sebar di blog, di buletin, dan tentu saja di buku. Kadang, saya juga sampaikan di radio dan televisi, termasuk di Youtube. Alhamdulillah, selama ini saya fokuskan untuk menemani kamu semua–remaja muslim–dalam belajar Islam. Walau, kalo harus jujur, saya bukan lagi remaja. Tetapi insya Allah akan terus saya fokuskan dakwah untuk remaja, apalagi saya sudah memiliki anak usia remaja (SMA dan SMP). Jadi tambah semangat deh buat sharing ilmu dengan kamu semua para remaja muslim.

Insya Allah banyak banget kaum muslimin yang peduli dengan remaja. Mereka berdakwah bahu membahu dengan banyak pengemban dakwah lainnya. Saya sendiri alhamdulillah sudah sejak 1994 mulai tertarik ke dunia dakwah remaja. Ada rentang waktu 22 tahun sampai sekarang. Jejak tulisan saya insya Allah bisa kamu temukan di Majalah Remaja PERMATA, Majalah SOBAT Muda, Buletin STUDIA, juga di Buletin gaulislam saat ini. Insya Allah bisa kamu temukan juga di buku-buku yang saya khususkan untuk remaja (alhamdulillah ada lebih dari 45 buku) sejak buku Jangan Jadi Bebek, yakni buku pertama saya yang diterbitkan tahun 2002. Kemudian disusul buku lainnya, baik yang ditulis sendiri maupun hasil kolaborasi dengan penulis lain. Alhamdulillah, di usia yang tak lagi muda, Allah Ta’ala memudahkan saya untuk menulis beberapa buku baru bagi remaja. Silakan cari di toko buku ya. Ada tiga buku baru saya, lho (hehe.. promo nih jadinya). Pertama, Sosmed Addict (Oktober 2015). Kedua, Jomblo’s Diary (edisi re-make, April 2016). Ketiga, Lupakan Mantanmu! (Mei 2016).

Semoga apa yang saya lakukan ini bisa membuat kamu lebih semangat mencari ilmu, untuk kemudian mengkaji lebih dalam, dan akhirnya bisa ikutan berdakwah. Sesuai kemampuan maksimal yang bisa kamu lakukan. Lebih keren lagi kalo kamu bisa melampaui apa yang saya dan kawan-kawan lakukan. Sebab, generasi kamu lebih berpeluang besar untuk terus berkiprah dalam dakwah ketimbang generasi kami. Semangat menjemput masa depan dakwah remaja dan kebangkitan Islam yang benar dan baik. Insya Allah. [O. Solihin | Twitter @osolihin]

Lengkapnya Klik DISINI

Palestina Adalah Tanah Kaum Muslimin, Bukan Milik Kaum Yahudi..

Siapapun Anda yang datang berkunjung di Blog ini merupakan Inspirasi terbesar kami dalam berkarya untuk memberikan yang terbaik...Selamat Membaca...!!!

 tanah-palestina
Inilah tanah pilihan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan keberkahan tanah Palestina, tanah yang juga termasuk bagian dari Syam. Keberkahannya ini dapat dirunut, misalnya Syam menjadi tempat hijrah Nabi Ibrahim Alaihissalam, tempat singgah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjalankan Isra dan Mi’raj, tempat dakwah para Nabi. Dakwah yang membawa misi agama tauhid. Dan juga lantaran keberadaan Masjidil Aqsha di tanah Palestina yang penuh berkah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [Al-Israa : 1]

Selain memuliakan tanah Palestina, Allah juga memilih Mekkah dan Madinah. Begitulah Allah telah mengistimewakan wilayah Syam, dan Masjidil Aqsha. Dan Allah memilih Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menjadikannya sebagai khatamul anbiya wal mursalin. [1]

BILAMANA KEBERADAAN BANI ISRAIL DI BUMI PALESTINA?

Masa Nabi Ya’qub Dan Nabi Yusuf

Sejarah Yahudi bermula sejak Israil, yaitu Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil, yang tumbuh di daerah Kan’an (Palestina) dengan dikarunia sejumlah 12 anak. Mereka itulah yang disebut asbath (suku) Bani Israil, dan hidup secara badawah (pedesaan) [2].

Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan Yusuf sebagai pejabat penting di Mesir, kemudian meminta kedua orang tua dan saudara-saudaranya untuk berpindah ke Mesir. Di Mesir, keluarga ini hidup di tengah masyarakat watsaniyyun (paganisme). Mereka hidup dengan kehidupan yang baik lagi nikmat di masa Yusuf [3]

Setelah Nabi Yusuf wafat, seiring dengan perjalanan waktu dan pergantian penguasa, kondisi Bani Israil berubah total. Yang sebelumnya menyandang kehormatan dan kemuliaan, kemudian menjadi terhina, lantaran Fir’aun melakukan penindasan dan memperbudak mereka dalam jangka waktu yang amat lama, sampai Allah mengutus Nabi Musa Alaihissalam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya, mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabb-mu” [Al-Baqarah : 49]

“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidud anak-anak perempuan mereka …” [Al-Qashash : 4]

Masa Nabi Musa Alaihissalam

Allah mengutus Nabi Musa dan Harun kepada Fir’aun dan kaumnya, dengan dibekali mukjizat, untuk menyeru mereka agar beriman kepada Allah dan membebaskan Bani Israil dari siksaan. Namun Fir’aun dan kaumnya mendustakan mereka berdua, kufur kepada Allah. Karenanya, Allah menimpakan kepada mereka berbagai bencana, kekeringan, rusaknya pertanian, mengirim angin kencang, belalang dan lain-lain.

 [4]. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Musa untuk lari bersama Bani Israil pada suatu malam dari negeri Mesir [5]. Fir’aun dan kaumnya pun mengejar. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menenggelamkan Fir’aun beserta kaumnya, dan menyelematkan Musa dan kaumnya ke Negeri Saina, masuk dalam wilayah Palestina sekarang. Peristiwa itu terjadi pada hari Asyura. [6]

Orang-orang Yahudi menyebutkan, lama Bani Israil tinggal di Mesir 430 tahun. Jumlah mereka waktu itu sekitar 600 ribu orang lelaki.

Mengenai besaran jumlah ini. Dr Su’ud bin Abdul Aziz Al-Khalaf berkata : [7]

“Pengakuan ini sangat berlebihan. Karena berarti, bila ditambah dengan jumlah anak-anak dan kaum wanita, maka akan mencapai kisaran 2 juta-an jiwa. Tidak mungkin dapat dipercaya. Itu berarti jumlah mereka mengalami pertumbuhan 30 ribu kali. Sebab sewaktu Bani Israil masuk ke Mesir, berjumlah 70 jiwa. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Asy-Syu’ara : 53.

“(Fir’aun berkata) ; ‘Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan yang kecil”
Jumlah 2 juta tidak bisa dikatakan kecil. Mustahil dalam satu malam terjadi eksodus dua juta jiwa. Kita tahu di dalamnya terdapat anak-anak dan kaum wanita serta orang-orang tua.

Orang-orang yang bersama Nabi Musa, mereka adalah orang-orang dari Bani Israil yang mengalami penindasan dan kehinaan serta menuhankan manusia dalam jangka waktu yang lama. Aqidah mereka telah rusak, jiwanya membusuk, mentalnya melemah, dan muncul pada mereka tanda-tanda pengingkaran, kemalasan, pesimis, serta bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. [8]

Meski Allah telah menunjukkan banyak mukjizat dan tanda-tanda kekuasaan-Nya melalui Nabi Musa, tetapi mereka tetap ingkar, sombong dan tetap kufur. Mereka justru meminta untuk dibuatkan berhala sebagai tuhan yang disembah. Hingga akhirnya, As-Samiri berhasil menghasut mereka untuk menyembah anak sapi, menolak memerangi kaum yang bengis (Jababirah). Maka, Allah menimpakan hukuman kepada mereka berupa tiih (berjalan berputar-putar tanpa arah karena kebingungan) dalam jangka waktu yang dikehendaki Allah. Pada rentang waktu ini, Musa wafat. Sementara Harun sudah meninggal terlebih dahulu.

Setelah usai ketetapan waktu yang Allah kehendaki untuk menghukum mereka dengan kebingungan tanpa mengetahui arah, Bani Israil berhasil menaklukan bumi yang suci di bawah pimpinan Nabi Yusya bin Nun Alaihissalam. [9]

wilayah+palestina+dan+israel

Para ahli, membagi perjalanan sejarah kota suci Palestina pasca penaklukan tersebut menjadi tiga periode.

Pertama : Masa Qudhah, Yaitu masa penunjukkan hakim bagi setiap suku yang berjumlah dua belas, setelah masing-masing mendapatkan wilayah sesuai pembagian Nabi Yusya bin Nun. Masa ini, kurang lebih berlangsung selama 400 tahun lamanya. [10]

Kedua : Dikenal dengan masa raja-raja. Diawali oleh Raja Thalut. Kondisi masyarakat mengalami masa keemasan saat dipegang oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.

Ketiga : Periode yang disebut sebagai masa perpecahan internal, yaitu setelah Nabi Sulaiman wafat. Mereka terbelah menjadi dua kutub. Bagian selatan dengan ibukota Baitul Maqdis dan wilayah utara dengan ibukota Nablus.

Dua wilayah ini, akhirnya dikuasai bangsa asing. Wilayah selatan ditaklukan oleh bangsa Assiria dari Irak. Wilayah utara diserbu Mesir. Disusul kedatangan Nebukadnezar, yang mampu mengusir bangsa Mesir dari sana. Pergantian kekuasaan ini, akhirnya dipegang bangsa Romawi yang berhasil mengalahkan bangsa Yunani, penguasa sebelumnya.

Pada masa kekuasaan Romawi inilah, Isa Al-Masih diutus oleh Allah. Pada masa itu pula, musibah dahsyat dialami kaum Yahudi. Bangsa Romawi melakukan genocide (pemusnahan) secara keras etnis mereka, lantaran orang-orang Yahudi melakukan pemberontakan. Baitul Maqdis pun dihancurkan. Bangsa Yahudi tercerai-berai. Sebagian melarikan diri ke seluruh penjuru wilayah bumi. Demikianlah hukuman Allah dengan mendatangkan bangsa yang menindas mereka. Siksaan dan kepedihan ditimpakan kepada mereka, atas kerusakan, tindak aniaya dan akibat akhlak mereka yang buruk. [11]

Bangsa Romawi menguasai tanah Baitul Maqdis hingga beberapa lama, hingga kemudian pada abad pertama hijriyah, pada masa khalifah Umar Ibnu Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, kaum Muslimin berhasil mengambil alih penguasaan tanah penuh berkah ini dari tangan bangsa Romawi yang memeluk agama Nashrani, meliputi Palestina, Syam dan daerah yang ada di dalamnya. Tepatnya pada pemerintahan Khalifah Umar Ibnul Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, pada bulan Rajab tahun 16H, sehingga menjadi Darul Islam. Penyerahan Baitul Maqdis ini terjadi, setelah pasukan Romawi disana dikepung oleh pasukan kaum Muslimin selama empat puluh hari di bawah komando Abu Ubaidah Ibnul Jarrah Radhiyallahu ‘anhu.

Kemudian Khalifah Umar Ibnul Khaththab menetapkan orang-orang Yahudi tidak boleh tinggal di Baitul Maqdis.

KLAIM PALSU YAHUDI ATAS TANAH PALESTINA

Merasa nenek moyangnya pernah berdiam disana, menyebabkan kaum Yahudi membuat klaim jika mereka memiliki hak atas tanah Palestina. Alasan yang dikemukakan, karena mereka telah mendiaminya sejak Nabi Ibrahim dan berakhir ketika orang-orang Yahudi generasi akhir diusir dari Baitul Maqdis pada masa Romawi.

Mereka pun mengklaim hak kepemilikan tersebut juga berdasarkan tinjauan agama. Yaitu mengacu kepada kitab suci mereka, bahwa Allah telah menjanjikan kepemilikan tanah Kan’an (Palestina) dan wilayah sekitarnya, dari sungai Nil di Mesir sampai sungai Eufrat di Irak. Janji tersebut disampaikan Allah kepada Ibrahim. Begitulah bangsa Yahudi yang hidup pada masa sekarang mengklaim sebagai keturunan Ibrahim, bangsa terpilih. Sehingga merasa paling berhak dengan Palestina dan sekitarnya, yang disebut-sebut sebagai ardhul mi’ad (tanah yang dijanjikan).

Karenanya, muncul upaya untuk menghimpun kaum Yahudi yang tersebar di berbagai wilayah, bertujuan mendirikan sebuah negara Israil Raya, Napoleon Bonaparte, seorang raja Perancis telah memfasilitasi tujuan tersebut. Caranya, pada tahun 1799M, dia mengajak Yahudi dari Asia dan Afrika untuk bergabung dengan pasukannya. Namun akibat kekalahan dideritanya, menyebabkan rencana tersebut tidak terwujud.

Wacana ini kembali muncul, dengan terbitnya buku Negara Yahudi, yang ditulis pemimpin mereka, Theodare Heartzel pada tahun 1896M. Orang-orang Yahudi melakukan kajian secara jeli tentang kondisi negara-negara penjajah. Hingga sampai pada kesimpulan, bahwa Inggris merupakan negara yang paling tepat untuk membantu merealisasikan rencana tersebut.

Ringkasnya, setelah melalui lobi-lobi, maka pada tahun 1917M, Inggris yang menjajah kebanyakan negara Arab, memberikan tanah hunian bagi Yahudi di Palestina. Penguasa Inggris melindungi mereka dari kemarahan kaum Muslimin. Di sisi lain, penjajah Inggris bersikap sangat keras terhadap kaum Muslimin di sana.


KEPALSUAN PENGAKUAN YAHUDI

Sebelum Bani Israil masuk ke wilayah tersebut, tanah Palestina telah didiami dan dikuasai suku-suku Arab. Kabilah Finiqiyyin, menempati wilayah utara kurang lebih pada tahun 3000SM. Kabilah Kan’aniyyun, menempati bagian selatan dari tempat yang dihuni orang-orang Finiqiyyin. Mereka menempati wilayah tengah pada tahun 2500SM. Inilah suku-suku bangsa Arab yang berhijrah dari Jazirah Arabiyah. Kemudian datang kelompok lain, kurang lebih pada tahu 1200SM, yang kemudian dikenal dengan Kabilah Falestin. Menempati wilayah antara Ghaza dan Yafa. Hingga akhirnya nama ini menjadi sebutan bagi seluruh wilayah tersebut. dan ketiga suku ini terus mendiaminya. 
Secara historis, telah jelas Bani Israil bukanlah bangsa yang pertama menempati Palestina.

Daerah itu, sudah dihuni oleh suku-suku Arab sejak beribu-ribu tahun lamanya, sebelum kedatangan Bani Israil. Bahkan keberadaan suku Arab tersebut terus berlangsung sampai sekarang.

Adapun Bani Israil, pertama kalia masuk Palestina, yaitu saat bersama Yusya bin Nun, setelah wafatnya Nabi Musa Alaihissalam. Sebelumnya mereka dalam kebingungan, terusir, tak memiliki tempat tinggal, karena melakukan pembangkangan terhadap perintah Allah

Dikisahkan dalam Al-Qur’an.

“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya :”Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi” [Al-Maidah : 20-21]

Akan tetapi, mereka adalah bangsa pengecut yang dihinggapi rasa takut Sikap pengecut ini terlihat jelas dari jawaban mereka terhadap ajakan Nabi Musa.

Kelanjutan ayat di atas menyebutkan.

“Mereka berkata :”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”.

“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya : “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya, nisacaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.

“Mereka berkata : “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinyua selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabb-mu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”.

“Berkata Musa : “Ya Rabb-ku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu, pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”.

“Allah berfirman : “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu” [Al-Maidah : 22-26]

Dengan terusirnya dari tanah yang diberkahi ini, bagaimana mungkin mereka mengaku memiliki hak atas tanah ini? Sementara itu, pengembaraan ke berbagai penjuru bumi, karena terusir di mana-mana menimbulkan konsekwensi bagi mereka berinteraksi, dan beranak-pinak dengan bangsa lainnya. Sehingga terpuituslah nasab mereka dengan nenek moyangnya.

Jelaslah, generasi Yahudi pada masa sekarang ini bukan keturunan Bani Israil sebagaimana yang mereka katakan. Meski demikian, mereka berupaya keras menyebarluaskan klaim palsu ini, bahwa mereka keturunan orang-orang Bani Israil generasi pertama yang menghuni Palestina dahulu. Tujuan propaganda ini, agar kaum Nashara menilai mereka sebagai keturunan Nabi Ya’qub. Sehingga muncul opini, bahwa merekalah yang dimaksud oleh janji sebagaimana tersebut dalam Pejanjian Lama. Dengan ini mereka berharap Nashara merasa memiliki ikatan emosional, dan kemudian membela mereka. Sebab Nashara mengagungkan Taurat (Perjanjian Lama) dan menganggapnya sebagai wahyu dari Allah.

Akan tetapi, fakta menujukkan, jika klaim mereka dalah dusta. Mereka mengaku akar keturunannya masih murni, bersambung sampai ke Israil (Ya’qub). Padahal, mereka sendiri telah mengakui, banyak di antara orang-orang Yahudi yang menikahi wanita Yahudi. Demikian juga, kaum wanitanya pun menikah dengan lelaki non Yahudi.

Sebagai contoh bukti lainnya, sebuah suku yang besar di Rusia , Khazar telah memeluk Yahudi pada abad ke-8 Masehi. Kerajaan ini begitu kuatnya. Kemudian mengalami kehancuran total setelah diserang Rusia. Sejak abad ke -13 Masehi, wilayah ini terhapus dari peta Eropa. Penduduknya bercerai berai di Eropa Barat dan Timur. Ini merupakan salah satu indikasi yang jelas, bahwa mereka tidak mempunyai ikatan dengan Ya’qub dan keturunannya.

Kalaupun mereka tetap bersikeras mengaku sebagai keturunan Ya’qub, akan tetapi sebagai kaum Muslimin, kita tidak merubah sikap, selama mereka memusuhi kaum Muslimin. Sebab, nasab tidak ada artinya, bila masih berkutat dalam kekufuran. [12]

YAHUDI BUKAN KETURUNAN IBRAHIM

Pengakuan mereka sebagai keturunan Ibrahim Alaihissalam, merupakan klaim yang batil, ditinjau dari beberapa aspek berikut.

[1]. Batilnya klaim mereka sebagai keturunan Bani Israil, secara jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di dalam Al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nashrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nashrani. Katakanlah : “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya”, Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan” [Al-Baqarah : 140]

[2]. Kitab suci mereka tidak lagi orsinil dan sudah terjadi perubahan. Mereka telah melakukan perbuatan tercela terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi Bani Israil, dengan melakukan tahrif (mengubah), memalsukan dan memanipulasi. Al-Qur’an telah mengabadikan perbuatan mereka tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuk mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membantu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya …..”[Al-Maidah : 13]

[3]. Klaim kepemilikan tanah yang penuh berkah ini oleh Yahudi, berkaitan dengan janji Allah kepada Ibrahim, hakikatnya janji tersebut telah diwujudkan yaitu saat pertama kali Ibrahim Alaihissalam menginjakkan kaki di wilayah suku Kan’an.

Sekilas, mengacu kepada kitab mereka yang kini disebut Kitab Perjanjian Lama, kita akan mengetahui, jika janji Allah tersebut menjadi hak Isma’il, nenek moyang bangsa Arab dan kaum Muslimin. Pada waktu itu Nabi Ibrahim Alaihissalam belum dikaruniai anak (Kejadian : 12/7). Kemudian janji ini terulang kembali saat beliau kembali ke Mesir (Kejadian : 13/15). Janji ini pun terulang kembali bagi Ibrahim, tetapi beliau belum dikaruniai anak (15/18). Berikutnya, janji itu pun terulang lagi, saat Ibrahim dikaruniai anaknya, yaitu Ismail (Kejadian : 17/8). Sedangkan putra kedua Ibrahim Alaihissalam, yaitu Ishaq, pada saat janji itu ditetapkan ia belum dilahirkan.

[4]. Kalaupun mereka menyanggah, bahwa janji Allah tentang kepemilikan tanah Palestina merupakan warisan dan hunian abadi bagi mereka, yang menurut mereka didukung oleh Al-Qur’an –surat Al-Maidah : 21 : “Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”. Maka jawabnya adalah.

Ungkapan janji yang ada dalam ayat tersebut tidak berbentuk abadi, tetapi khusus bagi zaman yang mereka dijanjikan mendapatkannya, sebagai balasan atas sambutan mereka kepada perintah-perintah Allah dan kesabaran mereka. Sedangkan orang-orang Yahudi pada masa ini, mereka bukan Bani Israil –sebagaimana sudah dipaparkan-. Dan ayat ini tidak menyangkut yang bukan Bani Israil, meski kaum Yahudi pada saat ini mayoritas. Sungguh, kebenaran dalam masalah ini yang menjadi pegangan jumhur ulama tafsir

Balasan keimanan dan keistimewaan yang mereka raih atas umat zaman mereka ini merupakan ketetapan Allah bagi hamba-hambaNya. Allah berfirman.

“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai oleh hamba-hambaKu yang shalih”. [Al-Anbiya : 105]

Begitu juga setelah mereka menyimpang dari agama Allah dan melakukan kerusakan di bumi, maka Bani Israil tidak lagi memiliki hak dengan janji tersebut. Justru balasan bagi mereka, sebagaimana terkandung dalam ayat, yaitu mereka mendapat laknat, kemurkaan dan hukuman dari Allah. Mereka tercerai berai di bumi, dikuasai oleh orang-orang yang menimpakan siksaan kepada mereka sampai hari Kiamat, dirundung kehinaan dimanapun mereka berada. Ini semua sebagai hukuman atas kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah.

Sebuah fakta yang ironis. Ketika Allah memerintahkan Bani Israil untuk memasuki tanah yang dijanjikan, ternyata mereka enggan dan membangkang. Maka Allah menghalangi mereka darinya. Tatkala mereka menyambut perintah, maka Allah memberikannya kepada mereka.

Oleh karena itu, Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Yang Allah janjikan kepada kalian melalui lisan ayah kalian, Israil ia mewariskannya kepada orang yang beriman dari kalian” [13]

Berdasarkan ini, tanah tersebut milik mereka ketika mereka beriman. Tetapi, karena mereka kufur kepada Allah dan para Nabi-Nya, dan Allah telah menetapkan murka dan laknatNya kepada mereka, maka mereka sama sekali tidak mempunyai hak atas tanah suci itu.

[5]. Bisa juga bisa dikatakan, janji itu sudah terwujud pada masa Nabi Musa, yaitu tatkala Bani Israil memasuki tanah suci dengan dipimpin oleh Nabi Yusya bin Nun, kemudian menempatinya pada masa Nabi Dawud dan Sulaiman. Sebuah masa ketika Allah menganugerahkan kepada mereka keutamaan atas manusia seluruhnya. Namun, ketika mereka kufur kepada Allah dan melakukan kerusakan di bumi, maka kemurkaan Allah pun berlaku pada mereka, dan terjadilah bencana menimpa mereka.

[6]. Janji Allah memiliki syarat, yaitu iman dan amalan shalih, sebagaimana juga termuat dalam Taurat. Sedangkan mereka telah berbuat kufur dan murtad, beribadah kepada selain Allah. Oleh karena itu, musibah, bencana dan kemurkaan dari Allah ditimpakan kepada mereka. Dan semua ini termuat dalam kitab-kitab suci mereka. Bahkan dalam kitab mereka, terdapat keterangan yang melarang memasuki Baitul Maqdis, lantaran kekufuran, kesesatan dan kemaksiatan mereka.

Dengan pengingkaran ini, maka janji tersebut tidak terwujudkan. Sebaiknya, siksa dan bencanalah yang mereka dapatkan. Bumi ini milik Allah, diwariskan kepada hamba-hambaNya yang menegakkan agama dan mengikuti ajaran-ajaranNya, bukan diwariskan kepada orang-orang yang melakukan kerusakan di bumi. Allah berfirman.

“Musa berkata kepada kaumnya : “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah ; dipusakakanNya kepada siapa saja yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [Al-A’raf : 128]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” [An-Nur : 55]

Menjelaskan ayat ini Ibnu Katsir berkata.

Ini janji dari Allah bagi RasulNya, akan menjadikan umatnya sebagai pewaris bumi. Maksudnya, tokoh-tokoh panutan dan penguasa mereka. Negeri-negeri menjadi baik dengan mereka, dan orang-orang tunduk kepada mereka… Allah Subhanahu wa Ta’la telah mewujudkannya walillahilhamdu walminnah. Nabi tidaklah wafat, melainkan Allah telah membuka penaklukkan Mekah, Khaibar, seluruh Jazirah Arab, wilayah Yaman seluruhnya. Memberlakukan jizyah kepada Majusi dari daerah Hajr, dan sebagian wilayah Syam

Kemudian, ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar mengirimkan pasukan Islam ke Persia di bawah komando Khalid bin Al-Walid dan berhasil menaklukkan sebagian wilayahnya. Juga mengirim pasukan lain pimpinan Abu Ubaidah menuju Syam.

Allah juga memberikan karunia kepada kaum Muslimin. Yaitu mengilhamkan kepada Abu Bakar untuk memilih Umar Al-Faruq untuk menggantikan kedudukannya. Dan Umar pun melaksanakan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Pada masa kekuasannya, seluruh wilayah Syam berhasil dikuasai. [14]

Kaum Muslimin, mereka itulah yang dimaksud dengan ayat-ayat tersebut. Bila membenarkan janji yang mereka ikat dengan Allah, kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, berpegang teguh dengan Islam secara sempurna, baik individu, keluarga, masyarakat atau negara, maka sungguh janji Allah benar adanya. Dan siapakah yang berhak atas tanah yang penuh berkah itu? Tidak lain adaka kaum Muslimin.
Maraji.

– Dirasatun Fil Ad-yan Al-Yahudiyah wan Nashraniyah, Dr Su’ud bin Abdil Aziz Al-Khalaf, Penerbit Adhwa-us Salaf, Cetakan I, Th 1422H/2003M
– Mujaz Tarikhil Yahudi war-Raddi Ala Ba’dhi Maza’imil Bathilah, Dr Mahmud bin Abdir Rahman Qadah, Majalah Jami’ah Islamiyah, Edisi 107, Th 29, 1418-1419H
– Shahih Qashashil Anbiya, karya Ibnu Katsir, Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali, Maktabah Al-Furqan, Cetakan I Th, 1422H
– Tafsir Al-Qur’anil Azhim, Abu Fida Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Cetakan II, Th.1422H
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus 07-08/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
_________
Footnotes
[1]. Barakatu Ardhisy-Syam, Dr Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr, Majalah Manarusy-Syam, edisi Jumadal Ula 1425H.
[2]. Lihat Surat Yusuf ayat 100
[3]. Kisah tersebut termuat dalam Surat Yusuf.
[4]. Lihat Surat Al-A’raaf ayat 133
[5]. Lihat Surat Asy-Syu’ara ayat 52-66
[6]. Dari Ibnu Abbas, ia berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, saat kaum Yahudi berpuasa hari Asyura. Beliau bersabda. Hari apakah ini yang kalian berpuasa padanya? Mereka menjawab : Ini hari kemenangan Musa atas Fir’aun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat : Kalian lebih pantas menghormati Musa daripada mereka, maka berpuasalah” [HR Al-Bukhari dan Muslim. Dinukil dari Shahih Qashashil Anbiyaa, halaman 310]
[7]. Dirasatun Fil Adyan Al-Yahudiyah wa Nashraniyah, halaman 49
[8]. Mujaz Tarikhil Yahudi, Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyah, halaman 248
[9]. Nabi Yusya bin Nun Alalihissalam dalah salah seorang dari Nabi yang diutus kepada Bani Israil. Dalil yang menunjukkan kenabiannya, yaitu hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda : “Matahari tidak pernah tertunda perjalanannya karena seseorang, kecuali bagi Yusya bin Nun, (ketika) pada malam hari ia menuju Baitul Maqdis: [HR Ahmad 2/325].

Ibnu Katsir berkata : Sanadnya sesuai dengan syarat Al-Bukhari. Lihat Al-Bidayah, 1/333. Dan hadits ini dishahihkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath, 2/221. Di tempat lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : Ada seorang nabi dari kalangan para nabi yang berperang, (ia) berkata kepada kaumnya … kemudian ia berkata kepada matahari, ‘Sesungguhnya engkau diperintah, dan aku pun juga diperintah, Ya Allah, hentikanlah ia, maka matahari itu pun berhenti, sampai akhirnya Allah membuka kota tersebut lantaran mereka” [HR Al-Bukhari, Lihat Al-Fath 6/220]

[10]. Dirasatun Fil Adyan, halaman 53
[11]. Lihat surat Al-A’raaf ayat 167
[12] Dirasatun Fil Ad-yan, halaman 66-67
[13]. Tafsir Al-Qur’anil Azhim, 3/75
[14]. Tafsir Al-Qur’anil Azhim, 3/304 secara ringkas

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Lengkapnya Klik DISINI
Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......