Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Khalwat di Era Modern

Khalwat di Era Modern 
Islamic Book Fair adalah sebuah event yang selalu ditunggu-tunggu oleh seorang kutubuku berkantong tipis, terutama mahasiswa. Walaupun namanya Islamic Book Fair, tapi yang ada di situ bukan hanya penjual buku. Buktinya ketika Anda datang ke Islamic Book Fair, sudah pasti Anda akan menjumpai pedagang makanan maupun minuman yang beraneka ragam. Ada juga yang menawarkan serba-serbi busana muslim dari mulai yang harganya pas di kantong, sampai yang harganya bisa bikin kanker alias kantong kering. Nah, kalau datang ke Islamic Book Fair biasanya mayoritas pengunjung adalah para ikhwan berjanggut plus bercelana cingkrang juga para akhwat jilbaber dengan jilbab lebarnya. Maklum, Islamic Book Fair adalah gudangnya buku-buku Islam yang banyak dicari para aktivis ini. Tapi sayang, beberapa oknum memanfaatkan event yang satu ini sebagai ajang maksiat, Astaghfirullah.

Setiap saya mampir ke Islamic Book Fair di Solo, pasti pengunjung mayoritasnya adalah santriwan-santriwati, mahasiswa-mahasiswi, ataupun pasangan suami-istri yang haus dengan buku-buku Islam. Wajarnya kalau pengunjung itu santri/santriwati atau mahasiswa/mahasiswi mereka datang bersama teman-teman sebayanya ataupun sanak saudara. Maklum, para pelajar ini hanya memiliki teman hang out sesama pelajar, karena belum memiliki pasangan hidup. Nah bagi yang sudah menikah, tentu mereka akan mengajak suami/istrinya ke Islamic Book Fair. Tapi ternyata ada juga pengunjung yang ‘tidak wajar’ di Islamic Book Fair ini. Maksudnya tidak wajar adalah ada orang yang belum menikah tapi datang bersama lawan jenisnya. Yang lebih miris lagi kalau misalkan golongan tidak wajar ini adalah seorang perempuan  berjilbab besar, berjubah longgar, dan berkaus kaki, datang dengan seorang ikhwan yang bercelana cingkrang, dan berjanggut beberapa helai.

Seorang akhwat berjilbab besar datang ke Islamic Book Fair bersama dengan seorang ikhwan bercelana cingkrang. Dua orang  ikhwan-akhwat ini asyik mengobrol berdua sambil sibuk memilih-milih buku. Sesekali si akhwat bertanya kepada si ikhwan: “Bi, Ummi mau beli buku yang ini ya?” Si ikhwan pun menjawab: “Beli aja Mi, itu bukunya bagus lho!”

Eits.. nggak boleh su’udzan dulu, siapa tau itu pasangan suami-istri! Memang kita tidak boleh mengedepankan prasangka buruk, mungkin mereka adalah pasangan suami-istri. Tapi ketika mencoba untuk ber-husnudzan, melihat tingkah lakunya yang bukan seperti pasangan suami istri dan mencoba untuk menjaga jarak, timbul-lah su’udzan. Okelah daripada su’uzhan lebih baik tabayyun, dan tanya langsung kepada suspect-nya. Ditanya “Dateng sama suami ya Ukhti?”, jawabannya : “Saya belum menikah kok.” jawabnya sambil tersipu malu.

Oke, jangan su’udzon dulu siapa tau bukan suaminya tapi adiknya. “Itu adik kamu ya?”  Jawabannya, 

“Saya nggak punya adik laki-laki.”

“O, itu kakak kamu ya?”, mencoba ber-tabayyun. Jawabannya “Saya nggak punya kakak laki-laki.”

“Terus kamu dateng sama siapa? Pacar kamu?”

“Dalam Islam kan nggak boleh pacaran Ukhti!” Jawaban yang logis.

“Terus kamu dateng sama siapa dong?”, masih mencoba untuk tidak ber-su’uzhon.

“Hehehe, kami cuma HTS kok, Hubungan Tanpa Status.” jawabnya sambil nyengir mesam-mesem.

Nah lho, yang awalnya berniat untuk ber-husnudzan malah jadinya su’udzan.

* * *
Mungkin kisah di Islamic Book Fair ini hanya satu di antara kisah lain lika-liku kehidupan seorang akhwat. Akhwat biasa diidentikkan dengan kerudungnya yang besar, bajunya yang longgar, manset yang selalu menghiasi tangan, dan kaos kaki. Dalam masyarakat, seseorang bergelar akhwat ini banyak disegani, karena dianggap sebagai orang yang taat beribadah, tidak pernah bermaksiat dan memiliki ilmu agama yang lebih. Nah kalau gitu perempuan yang berkerudung lebar dan berjubah longgar di Islamic Book Fair itu juga akhwat dong? Katanya akhwat itu taat beribadah dan memiliki ilmu agama yang lebih, tapi koq dia ber-khalwat? Akhwat kok ber-khalwat? Kan ber-khalwat nggak boleh dalam Islam. 

Ber-khalwat itu apa sih? Ber-khalwat maksudnya adalah berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Berduaan itu bukan hanya berlaku kepada dua orang yang berbeda jenis bersembunyi di tempat gelap dan nggak ada orang yang ngelihat. Khalwat juga berlaku bagi mereka yang ngobrol berdua dengan lawan jenis di tempat ramai, tapi orang-orang di sekitarnya nggak nge-gubris kalau mereka berdua lagi ngobrol di situ. Serasa dunia milik berdua gitu deh. Misalnya boncengan berdua, mojok di kelas, mojok di kantin, mojok di mana-mana, dan segala jenis ‘pojokan‘ lainnya yang terlihat berdua-dua saja dengan lawan jenis sementara orang lain disekitarnya nggak peduli.

Telpon-telponan atau sms-an antara seorang perempuan dengan laki-laki yang bukan mahram juga bisa termasuk berduaan. Karena belum tentu orang lain di sekitarnya peduli sama telepon atau isi SMS. Makanya hati-hati kalau telpon-telponan atau SMS-an. Pilih kata-kata yang benar dan tidak menjurus ke arah ‘lope-lope’. Misalkan SMS “Apa kabar say?” Kata ‘say’ itu mungkin terdengar biasa, tapi  bisa berdampak luar biasa. Kata itu terkadang bisa bikin hati lawan jenis yang dapet SMS ‘say’ kebat-kebit.

Di zaman yang semakin maju, berkembang dan modern ini, bukan cuma SMS-an atau telpon-telponan doang lho yang bisa jadi akses buat berkhalwat (bukan maksud memberi saran ya). Internet, kalau disalahgunakan juga bisa dijadikan ajang untuk ber-khalwat di dunia maya, apalagi dengan adanya jejaring sosial yang beraneka ragam. Facebook, Twitter, Google Plus, Yahoo Messenger ternyata juga sering dijadikan sarana untuk ber-khalwat. Ber-khalwat melalui dunia maya bukan di dunia nyata. Kok gitu? Karena media-media ini memungkinkan terjadinya interaksi dengan lawan jenis yang berlebihan.

Awalnya hanya saling nge-wall tanya seminar, terus ujung-ujungnya pindah ke chatting tanya kabar. Masih mending kalau cuma nanya kabar, kalau sampai lanjut nanya “Sudah makan belum akhi?”, “Lagi ngapain akhi?”, “Hobinya apa akhi?”, “Makanan kesukaan akhi apa?”, “Suka tempe goreng nggak?”, “Suka ubi rebus nggak?” dan pertanyaan-pertanyaan tidak penting lainnya. Gimana coba?

Isi chattingnya bernuansa Islam kok, selalu dimulai dengan assalamu’alaikum, terus ada jazakumullah khairannya juga. Udah gitu saling bertukar taushiyah dan muhasabah juga kok. Mau ditambahin ayat-ayat Al Quran kek, mau ditambahin Hadits kek, dimulai dengan basmalah dan diakhiri dengan do’a kafaratul majlis kek, kalau memang niatnya untuk ber-khalwat ya sama aja.

Oleh sebab itu, buat para perempuan yang mendapat predikat akhwat, mari kita sama-sama menjaga gelar akhwat yang disematkan kepada kita. Memang kerudung besar dan jubah longgar bukanlah jaminan bagi seorang akhwat untuk tidak bermaksiat. Tapi jilbab lebar dan baju longgar yang kita kenakan itu seharusnya bisa menjadi tameng bagi kita untuk tidak berbuat maksiat. Mari kita sama-sama tidak menodai gelar ini, supaya tidak menyakiti teman-teman kalangan akhwat lainnya. Kasihan akhwat lain yang sudah susah payah mencoba menjaga dirinya, tapi citranya harus ikut ternodai karena ulah akhwat yang ber-khalwat ini.

Wallahu a’lam bishowab

Oleh: Rahma Riandini
Blog

http://www.fimadani.com/khalwat-di-era-modern/
Lengkapnya Klik DISINI

Inilah Sejarah Ka’bah dari Masa ke Masa

Inilah Sejarah Ka’bah dari Masa ke Masa 
Awalnya, Mekkah hanyalah sebuah hamparan kosong. Sejauh mata memandang pasir bergumul di tengah terik menyengat. Aliran zamzamlah yang pertama kali mengubah wilayah gersang itu menjadi sebuah komunitas kecil tempat dimulainya peradaban baru dunia Islam.

Bangunan persegi bernama Ka’bah didaulat menjadi pusat dari kota itu sekaligus pusat ibadah seluruh umat Islam. Mengunjunginya adalah salah satu dari rukun Islam, Ibadah Haji.

Ka’bah masih tetap berdiri kokoh hingga saat ini dan diperkirakan masih terus berdiri hingga kiamat menjelang. Beberapa generasi pernah menjadi saksi berdirinya Ka’bah hingga berbagai kemelut menyelimutinya.

Adalah Ismail, putra Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, yang kaki mungilnya pertama kali menyentuh sumber mata air zamzam. Akibat penemuan mata air abadi ini, Siti Hajar dan Ismail yang kala itu ditinggal oleh Ibrahim ke Kanaan di tengah padang, tiba-tiba kedatangan banyak musafir. Beberapa memutuskan untuk tinggal, beberapa lagi beranjak.

Ibrahim datang dan kemudian mendapatkan wahyu untuk mendirikan Ka’bah di kota kecil tersebut. Ka’bah sendiri berarti tempat dengan penghormatan dan prestise tertinggi.

Ka’bah yang didirikan Ibrahim terletak persis di tempat Ka’bah lama yang didirikan Nabi Adam hancur tertimpa banjir bandang pada zaman Nabi Nuh. Adam adalah Nabi yang pertama kali mendirikan Ka’bah.

Tercatat, 1500 SM adalah merupakan tahun pertama Ka’bah kembali didirikan. Berdua dengan putranya yang taat, Ismail, Ibrahim membangun Ka’bah dari bebatuan bukit Hira, Qubays, dan tempat-tempat lainnya.
Bangunan mereka semakin tinggi dari hari ke hari, dan kemudian selesai dengan panjang 30-31 hasta, lebarnya 20 hasta. Bangunan awal tanpa atap, hanyalah empat tembok persegi dengan dua pintu.

Celah di salah satu sisi bangunan diisi oleh batu hitam besar yang dikenal dengan nama Hajar Aswad. Batu ini tersimpan di bukit Qubays saat banjir besar melanda pada masa Nabi Nuh.

Batu ini istimewa, sebab diberikan oleh Malaikat Jibril. Hingga saat ini, jutaan umat Muslim dunia mencium batu ini ketika berhaji, sebuah lelaku yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad.

Selesai dibangun,  Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyeru umat manusia berziarah ke Ka’bah yang didaulat sebagai Rumah Tuhan. Dari sinilah, awal mula haji, ibadah akbar umat Islam di seluruh dunia.

Karena tidak beratap dan bertembok rendah, sekitar dua meter, barang-barang berharga di dalamnya sering dicuri. Bangsa Quraisy yang memegang kendali atas Mekkah ribuan tahun setelah kematian Ibrahim berinisiatif untuk merenovasinya. Untuk melakukan hal ini, terlebih dahulu bangunan awal harus dirubuhkan.
Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumy adalah orang yang pertama kali merobohkan Ka’bah untuk membangunnya menjadi bangunan yang baru.

Pada zaman Nabi Muhammad, renovasi juga pernah dilakukan pasca banjir besar melanda. Perselisihan muncul di antara keluarga-keluarga kaum Quraisy mengenai siapakah yang pantas memasukkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka’bah.

Rasulullah berperan besar dalam hal ini. Dalam sebuah kisah yang terkenal, Rasulullah meminta keempat suku untuk mengangkat Hajar Aswad secara bersama dengan menggunakan secarik kain. Ide ini berhasil menghindarkan perpecahan dan pertumpahan darah di kalangan bangsa Arab.

Renovasi terbesar dilakukan pada tahun 692. Sebelum renovasi, Ka’bah terletak di ruang sempit terbuka di tengah sebuah mesjid yang kini dikenal dengan Masjidil Haram. Pada akhir tahun 700-an, tiang kayu mesjid diganti dengan marmer dan sayap-sayap mesjid diperluas, ditambah dengan beberapa menara. Renovasi dirasa perlu, menyusul semakin berkembangnya Islam dan semakin banyaknya jemaah haji dari seluruh jazirah Arab dan sekitarnya.

Wajah Masjidil Haram modern dimulai saat renovasi tahun 1570 pada kepemimpinan Sultan Selim. Arsitektur tahun inilah yang kemudian dipertahankan oleh kerajaan Arab Saudi hingga saat ini.

Pada penyatuan Arab Saudi tahun 1932, negara ini didaulat menjadi Pelindung Tempat Suci dan Raja Abdul Aziz adalah raja pertama yang menyandang gelar Penjaga Dua Mesjid Suci, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Pada pemerintahannya, Masjidil Haram diperluas hingga dapat memuat kapasitas 48.000 jemaah, sementara Masjid Nabawi diperluas hingga dapat memuat 17.000 jemaah.

Pada pemerintahan Raja Fahd tahun 1982, kapasitas Masjidil Haram diperluas hingga memuat satu juta jemaah. Renovasi ketiga selesai pada tahun 2005 dengan tambahan beberapa menara. Pada renovasi ketiga ini, sebanyak 500 tiang marmer didirikan, 18 gerbang tambahan juga dibuat. Selain itu, berbagai perangkat modern, seperti pendingin udara, eskalator dan sistem drainase juga ditambahkan.

Saat ini, pada masa kepemimpinan Raja Abdullah bin Abdul-Aziz, renovasi keempat tengah dilakukan hingga tahun 2020. Rencananya, Masjidil Haram akan diperluas hingga 35 persen, dengan kapasitas luar mesjid dapat menampung 800.000 hingga 1.120.000 jemaah. Jika rampung, bagian dalam Masjidil Haram akan dapat menampung hingga dua juta jemaah.

Banjir Ka’bah

Bencana alam yang mungkin sering terjadi di wilayah Mekkah adalah banjir. Terbesar tentu saja pada masa banjir bandang Nabi Nuh. Kala itu seluruh bangunan Ka’bah runtuh. Banjir juga terjadi beberapa kali di masa Nabi Muhammad. Sepeninggalnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, banjir merusak dinding-dinding Ka’bah.

Salah satu banjir yang sempat terdokumentasikan adalah banjir besar pada tahun 1941. Dalam gambar yang dipublikasikan secara luas, terlihat bagian dalam Masjidil Haram terendam banjir hingga hampir setengah tinggi Ka’bah.

Di beberapa tempat bahkan mencapai leher orang dewasa. Banjir-banjir inilah yang kemudian membuat beberapa tiang mesjid yang terbuat dari kayu menjadi lapuk dan rapuh. Kerajaan Saudi terpaksa harus melakukan perbaikan beberapa kali untuk mengatasi hal ini.

Banjir sering terjadi di Mekkah karena letak geografis kota tersebut yang diapit beberapa bukit. Hal ini menjadikan Mekkah berada di dataran rendah yang letaknya seperti mangkuk. Air hujan tidak dapat dapat mudah diserap oleh tanah, mengingat lahan Timur Tengah yang tandus. Alhasil banjir bisa berlangsung selama beberapa lama. Ditambah lagi, sistem drainase kala itu tidak sebaik sekarang.

Selain banjir, berbagai insiden pertumpahan darah tercatat pernah mewarnai sejarah Masjidil Haram. Mulai dari zaman sebelum Nabi Muhammad lahir hingga ke zaman modern di abad ke 20. Beberapa insiden tersebut diakhiri dengan kemenangan para penguasa Ka’bah.

Serangan Gajah

Serangan terhadap Ka’bah yang paling terkenal terjadi pada tahun 571 Masehi, tahun kelahiran Nabi Muhammad. Kala itu, sebanyak 60.000 pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur Yaman, Abrahah, berencana menyerbu Mekkah dan menghancurkan Ka’bah.

Negara Yaman adalah salah satu negara Kristen besar kala itu. Sebuah gereja besar yang indah didirikan pada pemerintahan Raja Yaman, Habshah. Gereja tersebut bernama Qullais. Abrahah sebagai pembina gereja bersumpah akan memalingkan pemujaan warga Arab dari Ka’bah di Mekkah ke gerejanya di Yaman.
Alkisah, mendengar hal ini, seorang Arab dari qabilah Bani Faqim bin Addiy tersinggung kemudian masuk ke dalam gereja dan membuang hajat di dalamnya. Abrahah marah luar biasa dan bersumpah akan meruntuhkan Ka’bah. Berangkatlah dia beserta tentara terkuatnya, menunggang 60.000 ekor gajah.

Tidak ada satupun kekuatan kabilah Arab Saudi yang mampu menandingi kekuatan puluhan ribu tentara gajah tersebut. Berdasarkan komando dari kakek Muhammad, Abdul Mutalib, para penduduk Mekkah mengungsi ke puncak-puncak bukit di sekeliling Ka’bah. Berangkatlah rombongan tentara Abrahah menuju Ka’bah, hendak menghancurkan bangunan mulia tersebut.

Menurut kisah, laju tentara gajah terhenti akibat serangan dari ribuan burung Ababil. Burung-burung ini membawa tiga butir batu panas di kedua kakinya dan paruhnya. Dilepaskannya batu-batu tersebut di atas tentara gajah. Batu yang konon berasal dari neraka itu menembus daging para tentara dan gajah-gajah mereka. Sebuah tafsir mengatakan burung-burung itu membawa penyakit cacar yang menyebabkan para tentara Abrahah tewas akibat bisul yang sangat panas.

Inilah sebabnya, tahun penyerangan tentara Abrahah ke Mekkah dinamakan sebagai Tahun Gajah. Kisah ini juga tertulis jelas di surat Al Fiil di kitab suci Al-Quran. “Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).” (Al Fiil: 3-4).

Bentrok dengan Iran

Di zaman modern, insiden paling sering adalah bentrok aparat keamanan Arab Saudi dengan para demonstran asal Iran. Kehadiran para demonstran merupakan perintah dari pemerintah Iran agar para jemaah haji Iran menyampaikan protes terhadap kerajaan Saudi.

Kerusuhan terparah terjadi pada 31 Juli 1987 yang menewaskan 401 orang. Di antaranya adalah 275 warga Iran, 85 warga Arab Saudi, dan 42 jemaah haji asal negara lain. Sebanyak 643 orang terluka, kebanyakan adalah jemaah haji Iran.

Perseteruan antara Arab Saudi dengan Iran sudah berlangsung relatif lama. Dimulai saat Muhammad bin Abdul Wahhab, ulama Salaf kenamaan Arab Saudi, memerintahkan penghancuran beberapa makam yang dikultuskan umat Islam di Hejaz, termasuk makam ulama Syiah Al-Baqi, pada tahun 1925.

Tindakan ini tidak ayal membuat marah pemerintahan dan rakyat Iran yang mayoritas Syiah.  Kemelut pun dimulai, Iran menyerukan penggulingan pemerintahan di Arab Saudi dan melarang seluruh warga Iran pergi haji pada tahun 1927.

Ketegangan bertambah parah setelah pada tahun 1943, pemerintah Arab Saudi memenggal kepala seorang jemaah haji Iran karena membawa kotoran manusia di pakaiannya ke dalam Masjidil Haram di Mekkah.
Iran protes keras dan melarang warganya pergi haji hingga tahun 1948.

Sejak saat itu, demonstrasi jemaah haji Iran terus dilakukan di Mekkah. Ini berkat imbauan Ayatullah Khomeini pada tahun 1971 yang memerintahkan setiap jemaah haji Iran untuk berhaji sambil menyampaikan pandangan politik mereka terhadap pemerintah Arab Saudi. Para jemaah Iran menyebut demonstrasi ini dengan nama “Menjaga Jarak dengan Para Musryikin.”

Pada tahun 1982, situasi kedua negara sempat tenang. Khomeini memerintahkan rakyatnya menjaga ketertiban dan perdamaian, tidak menyebarkan pamflet-pamflet propaganda, dan untuk tidak mengkritik pemerintahan Arab Saudi.

Sebagai balasannya, kerajaan Arab Saudi membebaskan jemaah haji Iran untuk kembali berhaji. Sebelumnya, Saudi membatasi jumlah jemaah haji asal Iran untuk menghindari konflik.

Ketegangan kembali terjadi pada Jumat, 31 Juli 1987. Para jemaah haji Iran melakukan pawai protes menentang para musuh Islam, yaitu Israel dan Amerika Serikat, di kota Mekkah. Ketika sampai di depan Masjidil Haram, mereka diblokir oleh aparat keamanan Arab Saudi, namun mereka tetap memaksa masuk.
Bentrokan berdarah kemudian terjadi yang mengakibatkan situasi kacau dengan beberapa orang terinjak-injak oleh massa yang panik.

Ada beberapa versi pemicu kematian ratusan orang pada insiden ini. Pemerintah Iran mengatakan, aparat keamanan Saudi melepaskan tembakan ke arah demonstran damai, sementara Arab Saudi mengatakan bahwa korban tewas akibat terjepit dan terinjak jemaah yang panik. Akibat hal ini, hubungan kedua negara kembali renggang dan pemerintah Arab Saudi kembali menerapkan pembatasan jemaah haji Iran.

Mahdi Palsu

Peristiwa berdarah lainnya terjadi pada 20 November 1979. Kala itu ratusan orang bersenjata menguasai Masjidil Haram dan menyandera puluhan ribu jemaah haji di dalamnya.

Penyanderaan dipimpin oleh Juhaimin Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi yang mengatakan saudara iparnya, Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani, adalah Imam Mahdi atau sang penyelamat akhir zaman.

Dilaporkan sebanyak 400-500 militan Otaibi, termasuk di dalamnya wanita dan anak-anak, mengeluarkan senjata yang mereka sembunyikan di balik baju dan merantai gerbang Masjidil Haram. Mereka memerintahkan para jemaah untuk tunduk kepada Mahdi palsu, Al-Qahtani. Penyanderaan berlangsung selama dua minggu, sebelum akhirnya para militan diberantas oleh pasukan bersenjata gabungan antara Arab Saudi dengan beberapa negara.

Pasukan Arab Saudi sempat dipukul mundur karena hebatnya persenjataan para militan. Seluruh warga Mekkah dievakuasi ke beberapa daerah.

Pasukan kerajaan siap melakukan gempuran mematikan. Namun, mereka harus meminta izin dari ulama besar Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, yang telah  melarang segala jenis kekerasan di Masjidil Haram. Akhirnya dia mengeluarkan fatwa penyerangan mematikan untuk mengambil alih Ka’bah.

Dilaporkan 255 jemaat haji dan militan Otaibi tewas dalam penyerangan tersebut, sebanyak 560 orang terluka. Dari sisi tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 terluka.

Berbagai cerita berbeda mengisahkan saat-saat penyerangan oleh tentara gabungan Arab Saudi, Pakistan dan Perancis.

Salah satu laporan mengatakan tentara membanjiri Masjidil Haram dengan air dan mengalirinya dengan listrik, menyetrum para militan. Laporan lainnya mengatakan para tentara menggunakan gas beracun. Pasukan Perancis dipanggil karena pasukan Arab Saudi tidak berdaya.

Tentara Perancis ini dikabarkan menjadi Muslim dahulu sebelum masuk Masjidil Haram. Langkah ini mereka lakukan lantaran Masjidil Haram hanya boleh dimasuki oleh umat Muslim. Allahu a’lam. 

(berbagai sumber)
 http://www.fimadani.com/inilah-sejarah-kabah-dari-masa-ke-masa/
Lengkapnya Klik DISINI

MUHAMMAD ALI DAN JAMAAH MASJID AL-AZHAR INDONESIA 1974

 
( AKHIR PEKAN ) MUHAMMAD ALI DAN JAMAAH MASJID AL-AZHAR INDONESIA 1974 - Pagi itu tanggal 30 November,kota Jakarta dikatakan oleh surat-surat kabar sebagai kota mati, karena penduduk sedang berkumpul di rumah-rumah atau kantor-kantor menunggu saat pertandingan. Begitu selesai merobohkan juara dunia tinju kelas berat Ceorge Foreman, petinju Mohammad Ali menyatakan kepada wartawan-wartawan yang mengerubunginya bahwa ” Allah lah yang memberinya kekuatan sehingga dia berhasil merobohkan George Foreman sekaligus menjadi juara dunia. Kemudian Mohammad Ali menyerukan kepada seluruh umat manusia supaya percaya kepada Allah.

Karyawan-karyawan Panjimas dan semua yang sedang berada di Masjid Al Azhar, termasuk murid-murid SD dan SMP serta guru-gurunya menghentikan semua kegiatan dan berkumpul di depan pesawat televisi di ruang perpustakaan. Sebelum pertandingan dimulai televisi memutarkan film tentang kedua petinju yang sedang bertarung, Ali dan Foreman. Dari film itu nampaknya Foreman sang juara dunia jauh lebih dahsyat, dari Ali si penantang. Berganti-ganti petinju roboh di tangan Foreman dalam waktu yang singkat, Joe King Roman, Ken Norton, dan Joe Frazier semuanya bertekuk lutut di atas kanvas. Pukulan-pukulan Foreman sunguh-sungguh membuat hati berdebar, sedang Ali kelihatan lebih banyak berpidato dan menari-nari. Maka sebagian besar yang menonton di masjid Al Azhar berpendapat bahwa pagi ini Ali akan kalah.

Antara para jamaah Masjid Al Azhar dengan petinju negro Amerika yang mengaku beragama Islam itu telah terjalin keakraban setahun yang lalu ketika Ali berkunjung ke indonesia 1974 dan disambut secara besar-besaran. Itulah sebabnya hati jamaah yang sedang menantikan pertandingan itu menjadi berdebar-debar dan takut Ali akan kalah. Waktu itu bulan puasa Ramadhan, orang sudah selesai mengerjakan shalat tarawih, Ali datang dan beramah tamah dengan para jamaah. Dia tampil di mimbar dan menyampaikan pidatonya, diantara ucapan-ucapannya ialah, Allah adalah Allah Yang Maha Esa Tuhan Kita Umat Islam dan Muhammad adalah Rasul Allah. Kita wajib mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya. Kita sesama muslim adalah bersaudara. Kepadanya disampaikan hadiah sebuah peci (kopiah) dan baju batik yang langsung dipakainya. Kunjungan Ali yang simpatik dan kepandaiannya berdakwah itu telah memikat hati umat Islam di mesjid Al Azhar setahun yang lalu.

Sekarang dia akan bertinju menentukan siapa yang kalah dan menang dengan seorang yang lebih muda, yang sedang menanjak namanya, pemegang juara dunia George Foreman. Pertandingan akan segera dimulai, Ali nampak di layar televisi telah berada di atas ring, menantikan kedatangan lawannya yang datang kemudian. Sebagaimana biasa dia menari-nari dan mengayun-ayunkan tangannya untuk memanaskan badan sebelum bertarung. Ketika Foreman tampil dan siap melakukan ronda pertama, Ali kelihatan pergi ke sudut ring, dia berdo’a dengan mengangkat kedua tangannya, ketika dia selesai berdo’a beberapa orang anak sekolah yang menonton TV tiba-tiba mengucapkan “Amin”.

Ronde pertama dimulai, Foreman nampaknya seorang petinju yang agresif, dia langsung menyerbu Ali, kedua tangannya yang besar dan terkenal sangat kuat diayunkan ke kepala dan badan Ali. Ali mundur dan terdesak oleh serbuan Foreman yang ingin menjatuhkan Ali dalam waktu yang singkat seperti lawan-lawannya terdahulu. Sekali-sekali Ali membalas dan dua atau tiga kali tinjunya tepat mengenai sasaran. “Nah lu” kata anak-anak sekolah SD Al Azhar yang secara tertib menyaksikan bersama pak gurunya.

Ronde-ronde selanjutnya sama saja dengan ronde yang pertama, Foreman dengan cepat memulai penyerbuannya, Ali mundur, mundur terus hingga dia bersandar ke tali ring dan dia mengangkat kedua tangannya untuk melindungi kepalanya, dai membiarkan Foreman memukul perutnya terus-terusan, bila dirasakan pikilan Foreman semakin melemah, sebelum tanda gong berbunyi, Ali membalas dan tinjunya diarahkan ke kepala lawannya, berbeda dengan Foreman yang mengayunkan tangan kanan dan kirinya yang selalu meleset karena Ali sangat pandai mengelak, maka pukulan Ali selalu lurus diarahkan ke muka Foreman dalam jarak yang dekat.Pada ronde ketiga, kelima dan ketujuh, jelas benar pukulan-pukulan lurus lurus itu bertubi-tubi secara tepat di kepala Foreman. Dan dari pukulan beruntun itu, Foreman nampak agak sempoyongan dan semakin lelah, karena segala kekuatan telah dikerahkan untuk merobohkan penantangnya.

Kecemasan sang jagoan akan kalah di kalangan penonton Al Azhar nampaknya sudah berkurang, ronde ketujuh sudah selesai, kamera televisi diarahkan pada Foreman yang duduk di sudut ring, kelihatan matanya bengkak, sedangkan wajah Ali masih mulus, dan bahkan Ali nampak mengomandokan penonton yang memenuhi stadion untuk meneriakkan yel-yel membangkitkan semangatnya. Ali!, Ali!, Ali! terdengar penonton-penonton Zaire itu mengikut komando Ali. Gong berbunyi tanda ronde kedelapan akan segera dimulai. Foreman menyerbu lagi, tangannya diayunkan lagi, tapi nyatanya ayunan tangan kiri itu sudah tidak sekuat ronde-ronde sebelumnya. Ali tetap bersandar di tali ring, tangannya diangkat untuk melindungi kepalanya dan perutnya dibiarkan menjadi sasran empuk tinju Foreman. Rupanya ronde inilah yang mengakhiri pertarungan. Wasit menghitung hingga angka sepuluh, tapi Foreman terlambat bangun, Ali melompat dan menang. Pembantu-pembantunya melompat ke dalam ring, mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Dia berhasil merebut gelar juara dunia tinju kelas berat yang pernah lepas dari tangannya karena dicabut berhubung dia membangkang untuk dikirim ke Vietnam, beberapa tahun yang lalu.

Adapun para penonton Al Azhar yang tadi berdebar-debar melihat kekuatan Foreman secara spontan berjingkrak-jingkrak,terlebih lagi anak-anak sekolah, mereka menjerit-jerit kegirangan, Ali menang, Ali menang!

Televisi memutar kembali saat-saat kejatuhan Foreman, ulangan itu diputar lambat-lambat, anak-anak menghitung berapa kali pukulan-pukulan beruntun Ali yang membikin sang juara bertekuk lutut, satu, dua, tiga,empat…..sembilan dan jatuhlah Foreman.

Sampai Ali masuk ke kamar pakaian masih dapat diikuti melalui televisi, di situlah ketika ditanya oleh wartawan, Ali menjawab bahwa kemenangannya ditentukan oleh Allah, dan dia menyerukan ummat manusia supaya percaya kepada Allah. Seluruh ummat manusia mendengarkan ucapan Ali itu dan seluruh koran-koran mengutipnya, sungguh suatu dakwah yang amat berkesan.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya hikmah yang kita petik adalah kebanggaannya dengan Islam sebagai orang yang sangat popular, hingga ia berdakwah kepada seluruh dunia mengajak kedalam agama Islam.

Kebanggaan yang dibutuhkan menjadi inspirasi ketika kebanyakan orang Islam minder, gak pede apalagi dalam menyerukan agamanya, padahal kasih sayang sesama mahluk sejatinya ialah memberikan dia solusi bagaimana caranya agar selamat diakhirat, bukan didunianya saja dibiarkan tidak beriman dengan alasan dan dalih peradaban dunia yang tidak Islami ini.

Ketika kita berdakwah kepada sesama muslim memang diperlukan, tetapi kepada sesama non muslim itu langka, padahal sunnah Rosulullah SAW, beliau juga mengajak orang romawi dan persia majusi penyembah api, dan para kaisar, raja dan pembesarnya masuk ke dalam agama Islam, tanpa kenal minder apalagi kincup gak pede. Apalagi dijaman sekarang parahnya, berdakwah saja diremehkan, supportnya kurang, bahkan bisa jadi sesama muslim gak pede saling mengajak kepada kebaikan, dominasi dunia seakan menutup jalan-jalan utama menyerukan dijalan Allah yang menjadi kerjaan utama manusia sempurna Para Nabi.


 sumber : facebook
Lengkapnya Klik DISINI

Twit para Ulama....

  1. Dimana rasa aman kan kita dapatkan jika tidak kita dapatkan pada sujud yg khusyu, tilawah bertadabbur dan zikir menghanyutkan... (DR. Aidh Alqarnie)

  2. Gubernur Khurasan izin kpd Umar bin Abdulaziz u/ gunakan pedang dan cambuk thd rakyatnya, "Mereka tdk bisa baik kecuali dg cara itu" dalihnya...

  3. Umar bin Abdulaziz menjawab, "Engkau dusta, mereka dapat baik dengan keadilan dan alhaq, bentangkan itu kpd mereka." (DR. Thariq Suwaidan)

  4. Media informasi seharusnya memberi pencerahan dlm mencari yg hak, bukan menebar kontroversi demi menuai rizki. (Syekh Abdullah bin Bayyah)

  5. Umat ini masih baik selama pemudanya sering ke masjid, membaca Al-Quran dan mendengarkan nasehat ulama. (Syekh Yusuf Qardhawi)

  6. Iman yang benar, menghalangi pemiliknya melakukan perkara-perkara yg diharamkan. (Al-Allamah As-Sa'di dlm tafsir surat An-Nur: 17)

  7. Siapa telah mengenal yang haq, dia akan merasakan kenikmatan saat memberikan pengorbanan. (Musthafa Siba'i)

  8. Pengalaman hidup mengajariku utk mengabaikan kejadian-kejadian yg menyempitkan dada, pura-pura melupakannya hingga akhirnya lupa... (DR. Salman Audah)

  9. 3 perkara, jika tegak, kehidupan akan tegak: Ilmu, rizki & amal. Krn itu Nabi saw slalu berdoa setiap pagi ttg ke 3 hal tsb.

  10. Doanya اللهم ارزقني علما نافعا ورزقا حلالا وعملا متقبلا Ya Allah, karuniakan aku ilmu manfaat, rizki halal dan amal yg diterima. (DR. Khalid Muslih)

  11. "Apakah orang mukmin sama dg orang fasik? Tidak sama!" (As-Sajadah 18). Islam mengajarkan keadilan, bukan persamaan! (DR. Saad Otaibi)

  12. Kearifan: tahu 'apa' yg kan Anda lakukan. Kemahiran: Anda tahu 'bagaimana' melakukanya. Dan Kesuksesan adalah: Anda wujudkan semuanya. (Ibrahim Al-Fiqy)                                                                                                                                                                                                               sumber
Lengkapnya Klik DISINI

Sudahkah Kita (Aktivis Dakwah Kampus) Berdakwah?

Sudahkah Kita (Aktivis Dakwah Kampus) Berdakwah? 
Beberapa hari ini diantara kerisauan yang ada dalam benak, ada satu kerisauan yang muncul pasca menghadiri kajian di fakultas lain. Dan luar biasa, pesertanya melebihi 200 orang, dan kemudian saya berkaca, bagaimana di fakultas saya? Kajian sepi? Semakin sedikit orang? Tidak merasakan manfaat dan kemuliaan dakwah? Apalagi objek dakwah bahkan sama sekali tidak terjangkau dakwah.

Mencoba merenung mencari akar masalahnya. Apakah karena pola marketing? Ataukah karena gencarnya dalam media? Atau malah mencari pembenaran, setiap tempat punya karakternya masing-masing, dan setiap karakter tersebut beda-beda penyikapannya, tak usah dirisaukan.

Tapi risau itu masih saja belum hilang dan kemudian berkaca kepada dakwah sesungguhnya, bukankah dakwah berarti menyeru? Mengajak? Sudah jelas disebutkan dalam Al Quran bahwa dawah itu menyeru. Namun pertanyaannya, sudahkah hari ini kita benar-benar menyeru? Bukankah selama ini kita hanya menunggu? Menunggu para mahasiswa untuk datang ke kajian yang kita adakan, pun kajiannya kurang ‘serius’ dalam penyelenggaraanya. Dan karena menunggu, yang datang cuma itu-itu, orang yang sudah baik.
Menelusuri lagi dakwah para Rasul dan Salafush Shalih hingga para da’i pembangun peradaban. Kata menyeru bukanlah kata implisit, tapi itu metode yang secara eksplisit tersurat dengan jelas dalam firmanNya. Menyeru secara langsung! 

Bagaimana Ibrahim menyeru kepada masyarakatnya untuk tidak menyembah berhala; bagaimana Musa melakukan jihad paling utama, menyeru kebenaran di hadapan penguasa; bagaimana seluruh Rasul menyeru Wahai kaumku, “sembahlah Allah tiada bagi kalian sesembahan selain-Nya.”; hingga ashabul kahfi memproklamirkan keimanannya dan menyeru masyarakatnya. Bagaimana Rasulullah menyeru kepada kaum Quraisy dan seluruh jazirah Arab secara terang-terangan untuk tidak menyekutukan Allah; bagaimana para shahabat, Mush’ab menyeru ke Yatsrib, Abudzar meneriakkan kebenaran dengan lantang; bagaimana seorang sederhana bernama Hasan Al Banna berdakwah dengan sederhana dari satu warung kopi ke warung kopi lain, mendatangi mereka yang memamng membutuhkan seruan Islam; bagaimana para salafush shalih dan para da’i sejati menembus jarak ribuan kilometer hanya untuk satu hal yang teramat mulia “Dakwah!” “Menyeru!” “Mengajak!”

Kembali bertanya, sebenarnya kami ini, mahasiswa yang mengaku aktivis dakwah kampus, sudahkah kami berdakwah? Selama ini apa yang kami lakukan? Sekedar event-organizer dari sebuah acara bernama kajian, diskusi, dialog, seminar dan sebagainya, atau malah ribet berkutat pada masalah internal, ukhuwah lah, komitmen lah, minim kader lah, pensolidan lah dan lain lain?

Lalu bagaimana lingkungan kampus kita? Sudahkah mereka yang butuh dakwah kita, kita datangi, ajak, dan seru secara langsung? Atau kita hanya sibuk dengan tilawah dan sujud di masjid, dengan keshalihan kita dan komunitas kecil kita bernama lembaga dakwah, bersembunyi di balik keshalihan kita?

Sudahkah, warung kopi, giras, cangkrukan, kantin, kita datangi satu-satu untuk kita serukan Islam disana? 

Sudahkah tempat tongkrongan mahasiswa yang biasa merokok sambil maen remi ato gaple kita datangi? 

Untuk setidaknya mengingatkan untuk shalat.  Sudahkah mahasiswi muslimah yang belum berhijab kita seru tentang kewajiban berhijab dan kita ajak berhijab? Sudahkah mereka yang bingung mencari kebenaran, senantiasa berfilsafat, berputar-putar mencari hakikat kebenaran kita ajak diskusi tentang ketauhidan? Sudahkah mereka yang skeptis bahkan phobia terhadap Islam, kita kabarkan pada mereka tentang indahnya Islam?

Bukankah Islam untuk semua? Bukan hanya untuk orang yang sudah sholeh dan ingin sholeh saja?

Hanya Anda, para mahasiswa yang melabeli diri dengan panggilan aktivis dakwah kampus, yang bisa menjawab. Karena merekalah, yang belum tersinari cahaya Islam yang butuh curahan energi, untuk diseru, diajak, dan didakwahi. Malu? Masih takut? Masih ragu? Atau takut dicela? Takut didebat? Takut dicaci? Takut diancam?

Bukankah Ibrahim berdakwah kemudian dibakar, lalu Allah menolongnya, mendinginkan api? Bukankah Musa berdakwah lalu fir’aun mengejarnya, tapi Allah menolongnya, menenggelamkan Fir’aun dan pasukannya? Bukankah Ashhabul Kahfi berdakwah, dikejar-kejar penguasa, lalu Allah menolongnya, menidurkannya selama ratusan tahun? Bukankah Rasulullah berdak’wah, lantas dilempari kotoran, dilempari batu hingga bersimbah luka dan darah, hingga diancam dibunuh, lalu Allah senantiasa bersamanya dan menolongnya,mengokohkan barisan dakwah Rasulullah dengan para shahabat yang setia? Bukankah Hasan al Banna berdakwah, lalu penguasa membunuhnya, tapi Allah menganugerahinya kesyahidan?

Sama sekali tak ada bandingannya, antara apa yang kita lakukan dan mereka lakukan, beban yang kita rasakan dan mereka rasakan, dan pertolongan itu pun entah kapan datannya.

Ya, pertolongan itu entah kapan datangnya, bilamana kita masih bertahan dan bersembunyi di balik keshalihan kita, maka hasilnya tidak akan pernah terlihat. Mari Menyeru!

“Wahai orang yang berselimut, bangkitlah, bangunlah, lalu berilah peringatan. Agungkanlah Rabbmu, bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa (menyembah berhala), dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, Dan untuk memenuhi (perintah) Rabbmu, bersabarlah” . (QS al Muddatstsir : 1-7)

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”  (QS Ali Imron : 104)

Oleh: Ahmad Jilul Qur’ani Farid, Surabaya

sumber: http://www.fimadani.com/sudahkah-kita-aktivis-dakwah-kampus-berdakwah/
Lengkapnya Klik DISINI
Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......