Assalamu Alaikum, Selamat datang Saudaraku. Semoga BLOG ini bermanfaat dan harapan kami agar Anda sering datang berkunjung. Wassalam. ==> YAHYA AYYASY <==

Malaikat Berdoa Untuk Orang Ini

Allah SWT berfirman, “Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba
yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka
mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang
dihadapan mereka dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak memberikan
syafa’at melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah, dan mereka selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya” (QS Al Anbiyaa’ 26-28)

Jadi siapa yang tak ingin didoakan oleh makhluk Allah yang paling taat ini?
Kalau ingin didoakan para malaikat, lakukanlah amal sholeh berikut ini.

1.. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci. Imam Ibnu Hibban meriwayatkan
dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang
tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya.
Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si
fulan karena tidur dalam keadaan suci’” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2.. Orang yang duduk menunggu shalat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra.,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’” (Shahih Muslim no. 469)

3.. Orang – orang yang berada di shaf bagian depan di dalam shalat. Imam Abu
Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan”
(hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4.. Orang – orang yang menyambung shaf (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalm shaf). Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf” (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5.. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al
Fatihah. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu” (Shahih Bukhari no. 782)

6.. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia’”
(Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7.. Orang – orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit)
sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku ?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’” (Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8.. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’” (Shahih Muslim no. 2733)

9.. Orang-orang yang berinfak. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’”
(Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10.. Orang yang makan sahur. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang – orang yang makan sahur”
(hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11.. Orang yang menjenguk orang sakit. Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh”
(Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)

12.. Seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain”
(dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)


Semoga bulan ini menjadi momentum kita dalam memperbanyak Amalan.......
Lengkapnya Klik DISINI

Di Atas Ranjang Kematian

Kisah para tauladan menyambut kematiannya.

Saudaraku, berikut ini kisah para Nabi dan sahabat yang mulia saat menyambut kematiannya. Kisah-kisah mereka penuh teladan, sarat pesan dan menjadi bahan renungan.

Kekasih Allah Ibrahim Allaihi Salam
Bercerita Imam Muhasabi dalam kitab “Ar-Riayah” bahwa Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim, allaihi salam:  ”Wahai kekasihku, bagaimana engkau menemukan kematianmu?” Dia berkata: Seperti tusuk besi (yang dipakai untuk membakar daging) yang diletakan di atas bulu yang basah, kemudian ditarik.” Kemudian Allah berfirman, “Sungguh (yang demikian itu) telah kami mudahkan kematian bagimu, Wahai Ibrahim.”
Nabi Allah Daud, Allaihi Salam
Diriwayatkan bahwa malaikat maut datang untuk menjemput Nabi Daud alaihi salam.  Daud berkata: “Siapakah engkau?” Dia menjawab, “kami yang tidak takut raja dan tidak mengabaikan orang-orang kecil, kami juga tidak menerima suap”. Daud berkata: “Jika demikian, anda adalah malaikat kematian?” Dia menjawab: “Ya”, Daud balik berkata: “Kok, mendadak begini, aku tidak mendapatkan pemberitahuan (terlebih dahulu)” Malaikat berkata: “Hai Daud, di mana sahabat-mu fulan? Di mana pula si fulanah, tetanggamu?” “Mereka sudah mati”, jawab Daud. “Bukankah itu pemberitahuan padamu untuk bersiap-siap.”

Nabi yang diajak bicara oleh Allah, Musa allaihi salam
Dikisahkan bahwa Nabi Musa allaihi salam ketika jiwanya berangkat menuju Allah, Allah berfirman: “Hai Musa, Bagaimana kau menemukan kematian?” Dia menjawab, “Aku mendapati diriku seperti burung hidup yang digoreng di atas penggorengan, tidak mati sehingga aku istirahat, dan tidak bertahan hidup sehingga aku terbang”. Diriwayatkan bahwa Musa berkata: “Aku menemukan diriku sebagai seekor kambing dikuliti oleh tukang daging dalam keadaan hidup”.

Ruh Allah, Isa allaihi salam.
Isa putra Maryam, allaihi salam, berkata, “Wahai kaum Hawariyin, berdoalah kepada Allah agar kalian dimudahkan pada saat syakrat (maut) ini” Diriwayatkan bahwa kematian lebih berat dari tebasan pedang, gorokan gergaji dan capitan gunting.

Rasulallah saw menggambarkan kematian kepada para sahabatnya.
Diriwayatkan dari Syahr bin Husyab dia berkata, Rasulullah saw ditanya tentang beratnya kematian? Dia (saw) bersabda, “kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba. Apakah mungkin kulit dapat keluar kecuali bersama bulu-bulunya itu?”

Abu Bakar As-shidiq, radiallahu anhu.
Ketika Abu Bakar radiallahu anhu menghadapi hari-hari kematiannya, dia sering membaca, “dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya” (Qur’an Surah: Qaaf 19).
Dia berpesan kepada Aisyah, puterinya: “Lihatlah kedua pakaianku ini, cucilah keduanya dan kafankan aku dengannya. Sesungguhnya mereka yang hidup lebih utama menggunakan baju baru daripada yang sudah jadi mayit.”

Di detik-detik menjelang kematiannya, ia berpesan kepada Umar dengan berkata, “Aku berpesan padamu dengan satu wasiat, sebab tak mungkin engkau mendahuluiku. Sesungguhnya Allah Maha Benar dengan tidak pernah membuat malam mendahului siang, dan siang tak pernah mendahului malam. Sesungguhnya, tidak diterima ibadah-ibadah sunah, jika yang wajib tak ditunaikan. Dan, akan diberatkan timbangan (kebaikan) di akhirat bagi mereka yang menunaikan hak-hak di dunia. Dan akan diringankan timbangan (kebaikan) seseorang di akhirat jika diikuti dengan kebatilan.

Umar bin Khathab, radiallahu anhu.
Ketika Umar bin Khattab ditusuk oleh seseorang, Abdullah bin Abbas datang menjenguknya, dia berkata: “Engkau telah masuk Islam saat orang-orang (lain) masih kafir. Dan engkau selalu berjihad bersama Rasulallah SAW saat orang-orang (lain) malas. Saat Rasulallah SAW wafat dia sudah ridha denganmu”. Umar kemudian berkata, “Ulangi ucapanmu!” Maka diulang kepadanya. Dia kemudian berkata, “celakalah orang yang tertipu dengan ucapan-ucapanmu itu.”

Abdullah bin Umar, puteranya, berkata: waktu itu kepala ayahku di pangkuanku, saat sakit menjelang kematian. Ayah berkata, “letakan kepalaku di atas tanah!” Aku menjawab, “Bagaimana ayah, apakah tidak sebaiknya di atas pangkuanku saja.” “Celaka kamu, letakan di atas tanah.” Ayah setengah membentak. Kemudian, Abdullah bin Umar meletakannya di atas tanah. Umar berkata, “Celaka aku, celaka juga ibuku, jika Tuhanku tidak menyayangi aku.”

Ustman bin Affan, radiallahu anhu.
Setelah ditusuk oleh orang-orang yang memberontak, hingga darah mengalir ke janggutnya, Ustman berkata, “Tidak ada Tuhan selain Engkau (ya Allah), Maha Suci Engkau sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. Ya Allah, aku memohon perlindungan-Mu, dan pertolongan-Mu atas segala persoalanku, dan aku memohon pada-Mu diberikan kesabaran atas ujian ini.”

Setelah ia akhirnya wafat, para sahabatnya membuka lemari yang terkunci. Mereka mendapatkan satu kertas yang tertulis begini: “Bismillahirrahman ar-rahim, Ustman bin Affan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, tak ada sekutu bagi-Nya. Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Dan bahwa syurga adalah benar (adanya). Dan bahwa Allah kelak akan membangkitkan setiap yang dikubur pada hari yang tidak ada lagi keraguan padanya (kiamat). Sesungguhnya Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya. Atas nama-Nya kita hidup, atas nama-Nya kita mati dan atas nama-Nya pula kita akan dibangkitan, insya-Allah.”

Ali bin Abi Thalib, radiallahu anhu.
Setelah ditusuk, Ali radiallahu anhu berkata: Apa yang sudah dilakukan terhadap orang yang menusukku? Mereka menjawab, “kami telah menangkapnya”. Ali berkata, “Beri makan dan minum dia dengan makanan dan minumanku. Jika aku hidup, aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Jika aku mati, maka pukulah dia sekali pukul saja, jangan kalian tambahkan sedikitpun.”

Kemudian Ali berpesan kepada Hasan, puteranya, agar memandikannya. Ali berkata, “Jangan berlebih-lebihan dalam mengkafaniku, sesungguhnya aku mendengar Rasulallah SAW bersabda, janganlah bermewah-mewahan dalam berkafan sebab yang demikian itu menghimpit dengan keras.”
Kemudian Ali berpesan lagi: “Bawalah aku di antara rakyat. Jangan terlalu cepat, juga terlalu lambat. Jika aku memiliki kebaikan, niscaya (dengan membawa aku ke hadapan mereka) kalian telah mensegarakan aku menuju kebaikan itu. Jika aku memiliki keburukan, kalian telah mengantarkan aku untuk bertemu dengannya sebelum aku dihisab.”

Amr bin Ash, radiallau anhu.
Pada tahun 43 hijriyah, Amr bin Ash menemui kematiannya saat ia menjadi gubernur di negeri Mesir. Pada hari-hari terakhir menjelang kematiannya, ia berkata, “Aku dulu seorang kafir yang paling keras…. Aku juga orang terkeras pada Rasulallah SAW. Sekiranya aku mati ketika itu, aku pasti masuk neraka. Kemudian, aku berbaiat kepada Rasulallah SAW. Tak ada manusia yang paling aku cintai melebihi beliau SAW. Tak ada yang … Sekiranya aku diminta untuk membuat naat (pada saat kematiannya), niscaya aku tak mampu. Sebab, aku tak pernah bisa berhenti menyeka airmataku sebagai kekagumanku padanya. Sekiranya pada saat itu aku mati, aku mesti masuk syurga…. Kemudian aku diuji setelahnya dengan kekuasaan… dan dengan hal-hal yang aku tidak tahu, apakah akan menolongku atau membebani aku” Kemudian, Amr bin Ash mendongakan kepalanya ke langit, dan berkata,

“Ya Allah… tak ada lagi (alasan) pembebas….. Sehingga aku dapat meminta maaf. Tak ada lagi kekuasaan sehinga aku minta tolong. Sekiranya Engkau tidak merahmati aku, nicaya aku termasuk orang-orang yang celaka!!” Begitulah selalu ia memohon ampun kepada Tuhannya, hingga ajal menjemputnya dan ia mengucapkan, “La Ilaha Illa Allah…”

Diriwayatkan bahwa sebulan sebelum kematiannya, anaknya berkata padanya, “wahai ayah… engkau pernah berucap kepada kami…. semoga kami dapat bertemu sesorang yang cerdas yang dapat menceritakan suasana saat kematian. Engkaulah orang itu, ceritakan pada kami bagaimana kematian? Maka, Amr bin Ash berkata, “Wahai anakku, seakan-akan di punggungku ada lemari yang menindih, dan seakan akan bernafas dari lubah jarum ..

Huzaifah bin Yaman, radiallahu anhu.
Pada suatu hari di tahun ke tiga puluh enam hijriyah…. Huzaifah dipanggil menghadap-Nya. Saat ia berusaha untuk bersiap-siap menuju perjalanan ke negeri akhirat, masuk sejumlah sahabat ke kamarnya… Ia bertanya pada mereka. “Apakah kalian datang membawa kain kafan?” Mereka menjawab, “Ya” Dia berkata, “Tunjukan padaku!” Setelah melihatnya, ia mendapati kain kafan itu masih baru…. Dengan susah payah ia berucap, “Kain kafan apa ini? Sungguh aku hanya butuh dua helai kain putih yang tak terjahit…Sesungguhnya aku tidak menggunakannya di kuburan kecuali hanya sebentar hingga aku mengganti keduanya dengan yang lebih baik… atau yang lebih buruk.

Selanjutnya, dia mengucapkan kalimat yang tak jelas.. Para sahabatnya berusaha mendengarkan… ia berucap: “Selamat datang kematian. Kekasih yang datang dengan membawa rindu. Tak akan beruntung mereka yang menyesal (di hari ini).
Ruhnya kemudian terbang menuju Allah. Itulah salah satu hamba yang paling bertakwa….

Muadz bin Jabal, radiallahu anhu.
Sampailah Muadz bin Jabal ke ajalnya. Ia dipanggil untuk bertemu Allah…. Pada saat sakratul maut, setiap perasaan yang sesungguhnya akan mencuat, dan terucap di lidah seseorang, sekiranya ia masih dapat bicara. Ucapan yang dapat dikatakan sebagai kesimpulan dari perjalanan hidup seseorang. Pada saat-saat seperti itu, Muadz mengucapkan kalimat yang sangat menakjubkan yang mengungkap cita-cita seorang mu’min. Ia menghadap ke langit, seakan berdialog dengan Tuhannya. “Ya…. Allah, aku dulu sangat takut pada-Mu. Tetapi hari ini aku ingin bertemu dengan-Mu. Ya… Allah, sesungguhnya Engkau Maha Tahu bahwa aku tidak mendahulukan dunia untuk akheratku.”

Sa’ad bin Abi Waqash, radiallahu anhu
Pada suatu hari di tahun lima puluh empat hijriyah, Sa’ad bin Abi Waqash telah berusia di atas delapan puluh tahun. Setiap hari ia berharap segera menemui kematiannya. Salah satu anaknya menceritakan, “Suatu hari kepala bapakku aku letakan di pangkuanku, dia bernafas setengah-setengah. Aku menangis. Dia berkata, Apa yang membuatmu menangis, wahai puteraku? Seungguhnya Allah tidak akan mengazabku selama-lamanya. Aku yakin aku adalah penduduk surga.

Suatu kali, Rasulallah SAW telah memberinya kabar baik, dan dia beriman dengan kabar itu yaitu bahwa ia tidak akan diazab karena ia termasuk ahli surga. Nampaknya, ia ingin bertemu dengan Allah dengan mengumpulkan semua bekal yang ia punya. Ia kemudian menunjuk ke arah lemari. Kemudian lemari itu dibuka. Di dalamnya terdapat kain yang sudah sangat lusuh dan robek sana-sini. Ia meminta keluarganya untuk mengkafankannya dengan kain itu, seraya berkata, “Aku berjuang melawan orang-orang Musyrik pada perang Badr (dengan pakain ini), dan aku menyimpannya untuk hari ini!”

Bilal bin Rabah, Sang Muadzin Nabi
Ketika Bilal didatangi kematian… Istrinya berkata, “sungguh kami akan sangat bersedih.” Bilal membuka kain yang menutupi wajahnya, saat itu ia dalam sakratul mautnya. Dia kemudian berkata, “Jangan kau katakan demikian. Katakanlah, sungguh kami akan sangat bahagia” Kemudian dia berkata lagi, “Besok aku akan bertemu pujaanku, Muhammad SAW dan para sahabatnya.”

Abu Dzar al-Ghifari, radiallahu anhu.
Ketika Abu Dzar al-Ghifari mendekati kematiannya, istrinya menangis. Abu Dzar bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, sementara engkau mati di negeri yang tandus begini, sementara kita tidak punya kain untuk mengkafanimu”.

Dia kemudian berkata, “Tak usah bersedih. Aku beri kabar gembira untukmu. Suatu hari aku mendengar Rasulallah Saw bersabda, aku dan para sahabat lainnya ada di situ, “Di antara kalian akan ada yang mati di tempat yang tandus dan disaksikan oleh sejumlah orang-orang beriman”. Tak ada seorangpun dari para sahabat itu yang mati di padang tandus begini. Mereka meninggal di perkampungan dan di tengah-tengah masyarakat. Akulah yang akan mati di tempat tandus ini. Demi Allah, aku tidak berdusta.. tunjuki aku jalan..” Istrinya berkata, “Rombongan haji sudah berangkat, dan aku tak tahu lagi harus ke jalan mana”.

Di padang yang tandus itu, tiba-tiba ada serombongan kafilah lain yang lewat. Demi mendengar suara tangisan dari balik gubuk yang kecil, mereka berhenti dan bertanya-tanya, ada apa? Seseorang di antara mereka mengenali, subhanallah, ini Abu Dzar, sahabat Nabi yang mulia. Mereka menghentikan perjalanannya dan mengurus seluruh prosesi pemakaman Abu Dzar.

Abu Darda, radiallahu anhu.
Ketika Abu Darda menemui kematiannya, ia berkata:
Sudahkah setiap orang mempersiapkan diri untuk seperti aku saat ini? Sudahkah setiap orang mempersiapkan diri untuk seperti aku hari ini?Sudahkah setiap orang mempersiapkan diri seperti aku detik ini?
Kemudian Allah mencabut ruhnya.

Salman Al-Farisi, radiallahu anhu.
Salman al-Farisi menangis saat hendak menemui kematiannya. Ia kemudian ditanya oleh kelaurganya: “Apa yang membuatmu menangis?” Ia berkata, “Rasulallah saw telah memprediksi bahwa perbekalan kita (untuk mati) seperti perbekalan orang berkendara. Sementara di sekelilingku hanya ini perbekalanku.
Ada yang berkata, “Waktu itu di sisi Salman al-Farisi ada ijanah, jafnah dan muthaharah. Ijanah adalah becana (bak) tempat dimana air dikumpulkan. Jafnah: tempat mengumpulan makanan dan air. Al-Muthaharah adalah becana (bak) tempat orang mengambil air yang suci.

Anas bin Sirrin berkata, “Anas bin Malik hadir saat Salman al-farisi menemui kematiannya. Ia berkata, “Talqinkan aku dengan La Ilah Illa Allah, mereka tetap mengucapkan itu hingga ajal menjemputnya.”

Abdullah bin Mas’ud:
Ketika Abdullah bin Mas’ud menemui kematiannya, ia memanggil puteranya: “Ya Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, aku ingin berpesan padamu tentang lima hal. Jagalah demi menjalankan pesanku ini.

Pertama: Hilangkanlah rasa putus asa dari hadapan orang banyak, sebab demikianlah kaya yang sesungguhnya.

Kedua: Tinggalkan mengemis (untuk kebutuhan hidupmu) dari orang lain, sebab yang demikian itu adalah kemiskinan yang kau datangkan sendiri.

Ketiga: Tinggalkan hal-hal yang kau anggap tak berguna. Jangan sekali-kali sengaja kau mendekatinya.

Keempat: Jika kau mampu, janganlah sampai terjadi padamu satu hari di mana hari itu lebih tidak lebih baik dari kemarin. Usahakanlah.

Kelima: Jika engkau shalat, lakukanlah dengan sungguh-sungguh. Resapi dan renungkan seakan engkau tak akan shalat lagi setelah itu.

sumber:http://www.dakwatuna.com/2011/07/11674/di-atas-ranjang-kematian/
Lengkapnya Klik DISINI

Memaknai Ukhuwah dalam Nuansa Cita, Cinta dan Cerita

dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana.Q.S Al Anfal (Rampasan perang) 08:63

Ukhuwah tidak lahir dan tumbuh karena harta, dunia atau semua alasan semu lainnya, namun ukhuwah itu berkembang dari kesamaan rasa yang membuahkan cinta, rasa akan kebutuhan akan nikmatnya iman, indahnya islam, kesamaan rasa yang membuahkan rindu, rindu akan sebuah peradaban yang bernaung di bawah ayat – ayat al – qur’an, sehingga dari semua hal tersebut melahirkan sebuah visi, yaitu untuk sama – sama mengemban risalah suci, membangun kembali bangunan kokoh peradaban umat, dari visi ini muncullah sebuah komitmen, komitmen untuk menyusun misi bersama serta mengeksekusinya bersama untuk sebuah nilai – nilai yang penuh makna, berjalan bersama berlari bersama untuk sebuah cita.

Dalam perjalanan ukhuwah ini kita akan menemukan banyak hal,ada selingin canda dan tawa, ada celupan cinta yang memberi warna, dan adakalanya tangis serta kesedihan akan memberi rasas tersendiri dalam kanvas kebersamaan ini.Sehingga semua hal itu memperkuat ikatan kasih yang kita beri nama ukhuwah .

Canda, tawa,tangis serta rasa cinta mustahil akan tumbuh begitu saja tanpa interaksi, tanpa pertemuan, tanpa pergerakan, tanpa pertentangan, kadang di balik pertentangan serta perbedaan tersebutlah muncul keserasian.
Menyatukan perbedaan dan persepsi adalah pekerjaan yang paling rumit untuk meraih kemenangan suatu jama’ah, namun dengan menyatunya persepsi yang berbeda maka akan menghasilkan prestasi untuk jama’ah, memunculkan prestasi yang kita kenang sebagai kemenangan dakwah, jadi pada hakikatnya kemenangan dakwah adalah kemengan dalam berukhuwah, pasti ada perbedaan dalam setiap orang, namun seringkali kita kurang cerdas dalam menyikapinya, terkadang ketika melihat sebuah kekurangan atau ke khilafan saudara kita hanya kritik yang langsung muncul, saling hujat, saling menyalahkan, seolah – olah diri kita yang terhebat, mungkin hal ini pernah terjadi dalam bait – bait perjalanan panjang senandung dakwah, hal tersebut terjadi karena kita adalah manusia yang memiliki banyak kekhilafan, nah mulai sekarang marilah kita memaknai ukhuwah menjadi lebih berharga, menjadi lebih berarti, mencoba merasakan dan memberi rasa yang baik dan menyenangkan.

Tak hanya menkritisi tapi sering jugalah memuji, tak hanya mengevaluasi tapi berikan juga motivasi, bukan hanya mengoreksi sebuah sisi negatife tapi coba jugalah mempelajari sisi positive, jangan sampai kebaikan serta kelebihan saudara kita hilang begitu saja hanya karena ke khilafan yang sedikit, memang benar kata pepatah “karena nila setitik rusaklah susu sebelanga”, namun pepatah ini kurang tepat rasanya kalau kita gunakan sebagai hal dalam memaknai ukhuwah, karena ukhuwah itu kalau di ibaratkan adalah perekat dari batu bata – batu bata yang akan menyusun suatu bangunan yang kokoh, tak ada batu bata yang terbuang, bahkan yang telah hancur sekalipun bisa kembali di lebur dan di bakar untuk menjadi batu bata baru, yang patah bisa untuk menyisipi celah serta rongga, bahkan ada batu bata yang sengaja di patahkan untuk menjadi pengisi rongga kosong, yang seperti itulah dalam bingkai ukhuwah, tak ada yang sia – sia semuanya memiliki nilai.

Ukhuwah adalah sebuah proses yang penuh pembelajaran, di dalam bingkai ukhuwah ada banyak hal yang kita lalui ada proses mengenal, memahami serta mengerti dan ikut merasakan apa yang di rasakan saudara kita, yang mana untuk menyelami semua itu di butuhkan interaksi serta komunikasi, sementara gerbang pertama untuk memulai komunikasi serta interaksi di perlukan satu hal penting yaitu bahasa, bahasa memang kelihatan sederhana namun bisa memberikan efek luar biasa kalau kita bisa memaknainya, bahasa ukhuwah adalah bahasa cinta, penuh kasih serta di selimuti rasa sayang, kita belajar bagaimana bahasa ukhuwah Muhammad rasulullah SAW, kepada sahabat Umar ibnul khattab, ketika sang sahabat saat itu mau menghardik serta mengusir seorang badui yang terkencing dimasjid, namun rasullullah melarang, dan di akhirnya sang baginda menyuruh sahabat umar untuk membersihkannya, sang sahabatpun tersadar kalau dia tadi mengusir se badui dan badui lari sambil terkencing maka akan tambah repot membersihkannya, di sinilah tersirat makna – makna indah penuh nuansa dalam bahasa ukhuwah, bahasanya penuh cinta mengena memberi rasa, namun tak membuat luka.

Dalam bahasa ukhuwah tak hanya di butuhkan kemampuan untuk beretorika dan ber kata – kata yang menyastra, namun ketepatan serta kepantasan kata – kata itulah sebenarnya yang memberi makna, dengan kata – kata tepat, sopan penuh hormat akan memberi kekuatan tersendiri dalam proses memahami perasaan saudara kita, karena bahasa ukhuwah itu adalah bahasa rasa yang menyelam ke ufuk jiwa, seperti di katakan seorang penulis bernama joseph corrad “berilah perkataan yang benar serta aksen yang benar, dan saya akan menggerakkan dunia.”

Setelah di buka gerbang ukhuwah melalui bahasa, maka lahirlah proses komunikasi dan interaksi disinalah kita memasuki tahapan belajar selanjutnya yaitu saling memahami, saling mengerti, pada tahapan ini biasanya sedikit agak sulit dalam memaknainya, namun membuahkan hal indah kalau kita berhasil, di tahap inilah saling muncul hama – hama ukhuwah seperti iri, dengki, berprasangka negative, hanya melihat kesalahan serta kekurangan saudara – saudara kita, hal ini di sebabkan minimnya pengetahuan serta ke –egoisan yang tinggi, memang hal – hal tersebut bersifat manusiawi, namun bisa menjadi syetani jika terlalu berlebihan.

Temuilah setiap orang dengan sikap positif dan harapkan agar setiap pertemuan menghasilkan sesuatu yang positif kata john C.Maxwell, berikan penghargaan yang jujur serta tulus tulis Dale Carnigie dalam bukunya how win friends and Influence people, disini semakin jelaslah bahwa dalam berhubungan dengan manusia, dalam memaknai ukhuwah itu yang terpenting adalah merasakan, memberi rasa serta berbagi rasa, merasakan setiap hal – hal positif dari saudara kita menghargainya sekecil apapun itu, memberi rasa, berikan rasa tersebut melalui senyuman yang tulus ikhlas, memuji, memotivasi, sekali lagi selalu melihat hal – hal positif, dan yang terpenting lagi adalah berbagi rasa, ketika kita bisa merasakan hal itu kepada saudara kita, akan menjadi sangat indah lagi kita bisa membagikan rasa tersebut kepada saudara kita yang lain, sehingga saudara kita yang lain juga bisa melakukan hal – hal seperti itu kepada setiap saudaranya, sehingga menyebarlah energy positif.

dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya(beraneka warnannya) . Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. Q.S An – Nahl (Lebah ) 16 : 13, sebuah nikmat kita di ciptakan dalam beraneka dan berbeda – beda, dengan beragam kekurangan juga namun di balik semua itu setiap pribadi kitapun pasti sudah di paketkan juga dengan potensi, keunikan serta keunggulan, di samping kelemahan pasti ada kekuatan, di setiap kekurangan pasti ada kelebihan itulah kebesaran Allah, Allah menciptakan segala sesuatunya dengan ke seimbangan, mungkin hari ini hal itu sudah mulai kelihatan dan muncul dalam pribadi kita, saudara kita, namun terkadang juga belum terlihat dalam diri kita serta diri saudara kita, di situlah fungsi – fungsi penting dari memaknai ukhuwah, dengan bergaul saling menghargai serta memuji di tambah memotivasi secara tulus dan ikhlas akan memancing timbulnya ke unikan – keunikan dan ke khasan dalam diri kita masing – masing sehingga dengan hal itu kita bisa mensinergikan kekuatan itu satu sama lain, saling memberi dan mengisi untuk membangun pondasi peradaban Islam yang kokoh, mengembalikan ke jayaan umat, dan semoga dengan saling bergandengan tangan dalam ikatan ukhuwah ini kita raih kesuksesan dunia dan kita masuki syurga bersama….
Lengkapnya Klik DISINI

Kecepatan dan Kelambatan adalah Seni

Oleh : Cahyadi Takariawan

“Pilihan hidup kita sangat terbatas. Kita hanya memiliki kesempatan yang sedikit. Waktu hidup kita hanya beberapa puluh tahun, sementara kita bisa merasakan betapa cepat waktu berlalu. Sepuluh tahun rasanya sangat cepat, seperti hanya sehari dua hari saja”, kata seorang teman kepada saya. Ini merupakan pilihan pertama. Sebuah pilihan cara memahami dan menikmati kesempatan dalam kehidupan. Ternyata pilihan kita tidak banyak, maka harus segera mengambil dan memanfaatkan kesempatan. Jangan terlalu banyak berpikir, berdiskusi dan menimbang. Kita dituntut untuk mengambil keputusan dengan cepat, tidak boleh berpikir terlalu lama. Berhanti berarti mati, terlambat artinya tidak sama sekali.

“Kita memiliki pilihan hidup yang tidak terbatas. Waktu hidup kita secara personal memang terbatas, namun ide dan visi kita jauh melampaui batas usia kemanusiaan yang kita miliki. Maka jangan gegabah mengambil keputusan, pikirkan masak-masak, agar tidak menjadi penyesalan karena kurangnya pertimbangan dalam mengambil keputusan”, kata seorang teman pula kepada saya. Ini merupakan pilihan kedua dalam cara memahami dan menikmati kesempatan dalam kehidupan. Bahwa kesempatan itu terbuka seluas-luasnya, selalu ada kesempatan kedua dan seterusnya. Jangan mengambil keputusan di bawah tekanan keadaan yang memaksa, karena pasti akan kurang pertimbangan.

Boleh saja kita memilih yang mana, karena pasti ada argumen yang melatarbelakanginya. Ada situasi dan kondisi yang menyebabkan kita memahami dan menikmati kesempatan dalam kehidupan dengan cara yang tidak sama. Sesekali waktu kita harus bertindak cepat, bahkan sangat cepat. Ada kondisi yang menyebabkan kita harus melakukan sesuatu dengan cepat, tanpa banyak pertimbangan dan pemikiran lagi. Kesempatan mungkin tidak akan terulang lagi, mungkin hanya sekali ini.

Seorang teman menceritakan kisahnya saat harus mengambil keputusan dengan cepat. Tanpa dinyana dirinya mendapatkan fasilitas green card dari pemerintah Amerika. Ia kaget karena merasa tidak pernah apply untuk mendapatkan green card Amerika. Ternyata ada saudaranya yang secara asal memasukkan nama dirinya untuk mendapatkan green card Amerika, dan berhasil. Ia dipanggil ke Kedutaan Besar Amerika di Jakarta untuk wawancara. Ia tidak pernah berpikir sebelumnya untuk tinggal menetap di negara Amerika, namun sekarang ada kesempatan, dan tentu saja ini sangat jarang.

Jika ia tidak berangkat wawancara, berarti kesempatan itu hilang begitu saja. Namun jika ia berangkat wawancara, sesungguhnya ia tidak pernah punya orientasi untuk keluar dari Indonesia. Waktu sangat terbatas. Hanya sehari semalam ia harus memutuskan, apakah besok berangkat wawancara atau tidak. Tentu ia tidak memiliki banyak kesempatan untuk menimbang, bertanya, berdiskusi, atau bermusyawarah dengan banyak pihak. Ia dituntut untuk segera mengambil keputusan, apakah akan mengambil green card Amerika atau dilewatkan saja kesempatan yang sangat langka ini.

Dengan bismillah ia memutuskan datang wawancara, dan akhirnya mendapatkan green card Amerika. Hingga sekarang ia menetap di Amerika bersama keluarga, dari sebuah kejadian hidup yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Bukankah dalam contoh kejadian itu, kesempatan kita memang sangat terbatas ? Kita benar-benar merasa tidak memiliki banyak waktu untuk berpikir dan meminta banyak masukan dari sahabat dan keluarga. Kita harus mengambil keputusan untuk masa depan kita sendiri. Disinilah seni menjadi pemimpin atas diri sendiri, bahwa saat mengambil keputusan, kita hanyalah seorang diri. Ya kita menjadi orang yang “kesepian” karena tidak ada teman, saat harus memutuskan masa depan kita sendiri.

Namun ada pula kesempatan yang bisa berulang dan kita memiliki cukup banyak waktu untuk memutuskan pilihan. Saat anak saya lulus SMA, ia mengikuti SNMPTN tahun 2011 dan berhasil diterima di Unpad Bandung. Namun sembari menunggu hasil SNMPTN, ia juga mengikuti seleksi di Undip Semarang dengan jalur mandiri.

Ternyata dua-duanya diterima. Bahkan sebelumnya ia juga mengikuti seleksi di sebuah universitas swasta dan dinyatakan diterima. Ada sangat banyak waktu baginya untuk menimbang, apakah akan memilih kuliah di Unpad atau Undip, atau di universitas swasta. Saya sampaikan kepadanya, bahkan seandainya dia tidak mau memilih sekarang, tahun depan ia masih memiliki kesempatan. Namun ia telah memutuskan mengambil sebuah pilihan.

Kadang kita bertemu peristiwa hidup yang “terduga”, karena bisa direncanakan, dan ada waktu untuk mengulang di lain kesempatan. Perhatikan saja perhelatan pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden RI. Ada banyak tokoh yang muncul dalam beberapa kali proses pemilihan Presiden, sejak tahun 2004, tahun 2009 dan nanti di tahun 2014. Artinya, untuk contoh seperti ini ada banyak kesempatan untuk menimbang, apakah akan ikut sekarang atau lima tahun mendatang. Momentum politik dan keberuntungan sangat perlu dipadukan untuk mengambil keputusan dengan berhati-hati.

Namun kadang kita bertemu peristiwa hidup yang “tidak terduga”, dan diluar perencanaan, sehingga waktu kita sangat terbatas untuk segera mengambil keputusan. Pada kondisi seperti ini, tentu sangat wajar jika keputusan yang diambil kurang mendapatkan banyak masukan dan pertimbangan dari banyak kalangan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kedua peristiwa tersebut selalu terjadi, dan diperlukan kearifan para pemimpin untuk menentukan apakah harus mengambil keputusan cepat, atau masih ada waktu untuk menundanya. Ada peristiwa yang memerlukan tindakan sangat cepat, dan ada peristiwa lain yang tidak memerlukan kecepatan tindakan.
Misalnya, dalam memberantas korupsi diperlukan tindakan dan aksi yang cepat agar tidak menjalar dan semakin parah kondisinya. Namun dalam memberikan statemen publik, tidak memerlukan kecepatan. Karena kalau semua peristiwa dikomentari dengan cepat, justru akan menimbulkan kesan reaktif dan reaksioner. Kesannya menjaga imej, menjaga citra diri, dan upaya bersih diri. Sebentar sebentar komentar, sebentar sebentar konferensi pers, sebentar sebentar menyebar rilis ke media. Jika pemimpin sangat reaktif dalam memberikan statemen publik, justru bisa berdampak kontra produktif.

Dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, diperlukan program dan aksi yang cepat, agar tidak menjadi patologi sosial yang semakin membahayakan. Namun bentuk dari “program cepat” ini bukanlah semata-mata membagi-bagi uang setiap bulan kepada orang miskin. Karena khawatir disebut lambat, maka langsung membuat program “cash anda carry” berupa pembagian jatah uang bulanan bagi orang miskin. Tentu saja uang itu bermanfaat, namun tidak akan menyelesaikan persoalan kemiskinan dalam jangka panjang. Apalagi jika sekedar membagi nasi bungkus gratis setiap hari. Itu baru menyelesaikan problem sesaat, belum menyentuh akar persoalan.

Dalam kehidupan pribadi kita, sering kita jumpai peristiwa kehidupan yang harus segera kita eksekusi, tidak bisa berlama-lama. Namun banyak pula peristiwa yang memberikan kesempatan kepada kita untuk merespon dengan cermat, karena ada banyak waktu yang tersedia dan bisa menimbang dengan seksama. Kitalah yang menjadi eksekutor, apakah sebuah peristiwa harus disikapi dengan cepat, atau bisa disikapi dengan lambat. Tingkat kesalahannya bisa sebanding, antara kesalahan karena terlambat menentukan keputusan, dengan kesalahan karena terlalu cepat mengambil keputusan. Tergantung konteks kejadian yang sedang dialami dan tingkat kemendesakan dari keputusan yang harus diambil.

Inilah seni kehidupan. Sulit diteorikan. Ada yang harus cepat, ada yang harus lambat. Anda yang harus mengambil pilihan, karena resiko dari kecepatan dan kelambatan itu semua harus anda tanggung sendiri. Berdoalah selalu untuk meminta bimbingan Tuhan, agar secepat apapun dan selambat apapun keputusan anda ambil, semua dalam bimbingan Tuhan.

(Kalau minum teh poci, saya suka lambat. Tidak mau cepat cepat. Karena poci adalah seni menikmati teh, bukan sekedar minum).


Pancoran Barat, 23 Juli 2011
sumber : klik DISINI
Lengkapnya Klik DISINI

Humor ala Nasrudin

Pada masa Timur Lenk, infrastruktur rusak, sehingga hasil pertanian dan pekerjaan sangat menurun. Pajak yang di berikan daerah-daerah tidak memuaskan bagi Timur Lenk. Maka para pejabat pemunggut pajak dikumpulkan. Mereka datang dengan membawa buku-buku laporan. Namun Timur Lenk yang marah merobek-robek buku-buku itu satu persatu, dan menyuruh pejabat yang malang itu memakannya. Kemudian mereka dipecat dan diusir keluar.

Timur Lenk memerintahkan Nasrudin yang telah di percayanya untuk menggantikan para pemunggut pajak untuk menghitungkan pajak yang lebih besar. Nasrudin mencoba mengelak, tetapi akhirnya terpaksa ia menggantikan tugas para pemunggut pajak. Namun, pajak yang diambil tetap kecil dan tidak memuaskan Timur Lenk. Maka Nasrudin pun dipanggil.

Nasrudin datang menghadap timur lenk. Ia membawa roti hangat. “kau hendak menyuapku dengan roti celaka itu, Nasrudin ?” bentak Timur Lenk.

“Laporan keuangan saya catat pada roti ini, paduka.” jawab Nasrudin dengan gaya pejabat.

“kau berpura-pura gila lagi, Nasrudin?” Timur Lenk lebih marah lagi.

Nasrudin menjawab takzim, “paduka, usiaku sudah cukup lanjut. Aku tidak kuat makan kertas-kertas laporan itu. Jadi semuanya aku pindahkan pada roti hangat ini.”

sumber: klik http://facebook.com/yahya79
Lengkapnya Klik DISINI

Renungan Ramadhan Hasan Al-Banna

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt. Kita ucapkan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad, juga untuk segenap keluarga dan sahabatnya, serta siapa saja yang menyerukan dakwahnya hingga hari kiamat.

Wahai Ikhwan yang mulia. Saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari sisi Allah yang diberkati dan baik: assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Pada malam ini, yang merupakan akhir bulan Sya’ban, kita menutup serial kajian kita tentang Al-Qur’anul Karim, tentang kitab Allah Swt. Insya Allah, pada sepuluh malam yang pertama bulan Syawal, kita kembali kepada tema tersebut. Setelah itu kita akan membuka serial baru dari ceramah-ceramah Ikhwan, yang temanya insya Allah: Kajian-Kajian tentang sirah Nabi dan tarikh Islam.

Ramadhan adalah bulan perasaan dan ruhani, serta saat untuk menghadapkan diri kepada Allah. Sejauh yang saya ingat, ketika bulan Ramadhan menjelang, sebagian salafush shalih mengucapkan selamat tinggal kepada sebagian lain sampai mereka berjumpa lagi dalam shalat ‘Id. Yang mereka rasakan adalah ini bulan ibadah, bulan untuk melaksanakan shiyam (puasa) dan qiyam (shalat malam) dan kami ingin menyendiri hanya dengan Tuhan kami.

Ikhwan sekalian, sebenarnya saya berupaya untuk mencari kesempatan untuk mengadakan kajian Selasa pada bulan Ramadhan, tetapi saya tidak mendapatkan waktu yang sesuai. Jika sebagian besar waktu selama setahun telah digunakan untuk mengadakan kajian-kajian tentang Al-Qur’an, maka saya ingin agar waktu yang ada di bulan Ramadhan ini kita gunakan untuk melaksanakan hasil dari kajian-kajian tersebut. Apalagi, banyak di antara ikhwan yang melaksanakan shalat tarawih dan memanjangkannya, sampai mengkhatamkan Al-Qur’an satu kali di bulan Ramadhan. Ini merupakan cara mengkhatamkan yang indah. Jibril biasa membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari Nabi Saw. Sekali dalam setahun. Nabi Saw. mempunyai sifat dermawan, dan sifat dermawan beliau ini paling menonjol terlihat pada bulan Ramadhan ketika Jibril membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an beliau. Beliau lebih dermawan dan pemurah dibandingkan dengan angin yang ditiupkan. Kebiasaan membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an ini terus berlangsung sampai pada tahun ketika Rasulullah Saw diberi pilihan untuk menghadap kepada Allah Swt, maka ketika itu Jibril membacakan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an beliau dua kali. Ini merupakan isyarat bagi Nabi Saw. bahwa tahun ini merupakan tahun terakhir beliau hidup di dunia.

Ikhwan sekalian, Ramadhan adalah bulan Al-Qur’an. Rasulullah Saw. pernah bersabda mengenainya, “Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada hamba di hari kiamat. Puasa akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalangi-nya dari makan dan syahwat, maka perkenankanlah aku memberikan syafa ‘at untuknya.’ Sedangkan Al-Qur’an akan berkata, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalanginya dan tidur di malam hari, maka perkenankan aku memberikan syafaat untuknya. ‘Maka Allah memperkenankan keduanya

memberikan syafaat. ” (H.R. Imam Ahmad dan Ath Thabrani)

Wahai Ikhwan, dalam diri saya terbetik satu pemikiran yang ingin saya bicarakan. Karena kita berada di pintu masuk bulan Puasa, maka hendaklah pembicaraan dan renungan kita berkaitan dengan tema bulan Ramadhan.

Ikhwan sekalian, kita telah berbicara panjang lebar tentang sentuhan perasaan cinta dan persaudaraan yang dengannya Allah telah menyatukan hati kita, yang salah satu dampaknya yang paling terasa adalah terwujudnya pertemuan ini karena Allah. Bila kita tidak akan berjumpa dalam masa empat pekan atau lebih, maka bukan berarti bara perasaan ini harus padam atau hilang. Kita tidak mesti melupakan prinsip-prinsip luhur tentang kemuliaan dan persaudaraan karena Allah, yang telah dibangun oleh hati dan perasaan kita dalam majelis yang baik ini. Sebaliknya, saya yakin bahwa ia akan tetap menyala dalam jiwa sampai kita biasa berjumpa kembali setelah masa percutian ini, insyaAllah. Jika ada salah seorang dari anda melaksanakan shalat pada malam Rabu, maka saya berharap agar ia mendoakan kebaikan untuk ikhwannya. Jangan anda lupakan ini! Kemudian saya ingin anda selalu ingat bahwa jika hati kita merasa dahaga akan perjumpaan ini selama minggu-minggu tersebut, maka saya ingin anda semua tahu bahwa dahaganya itu akan dipuaskan oleh mata air yang lebih utama, lebih lengkap, dan lebih tinggi, yaitu hubungan dengan Allah Swt., yang merupakan cita-cita terbaik seorang mukmin bagi dirinya, di dunia maupun akhirat.

Karena itu, ikhwan sekalian, hendaklah anda semua berusaha agar hatia nda menyatu dengan Allah Swt. Pada malam-malam bulan mulia ini. Sesungguhnya puasa adalah ibadah yang dikhususkan oleh Allah Swt bagi diri-Nya sendiri. “Semua amalan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. la untuk-Ku dan Aku akan memberikan balasannya.”

Ini, wahai Akhi, mengisyaratkan bahwa setiap amal yang dilaksanakan oleh manusia mengandung manfaat lahiriah yang bisa dilihat, dan di dalamnya terkandung semacam bagian untuk diri kita. Kadang-kadang jiwa seseorang terbiasa dengan shalat, sehingga ia ingin melaksanakan banyak shalat sebagai bagian bagi dirinya. Kadang-kadang ia terbiasa dengan dzikir, sehingga ia ingin banyak berdzikir kepada Allah sebagai bagian bagi dirinya. Kadang-kadang ia terbiasa dengan menangis karena takut kepada Allah, maka ia ingin banyak menangis karena Allah sebagai bagian bagi dirinya. Adapun puasa, wahai Akhi, di dalamnya tidak terkandung apa pun selain larangan. Ia harus melepaskan diri dari bermacam keinginan terhadap apa yang menjadi bagian dirinya. Bila kita terhalang untuk berjumpa satu sama lain, maka kita akan banyak berbahagia karena bermunajat kepada Allah Swt. Dan berdiri di hadapanNya, khususnya ketika melaksanakan shalat tarawih.

Ikhwan sekalian, hendaklah senantiasa ingat bahwa anda semua berpuasa karena melaksanakan perintah Allah Swt. Maka berusahalah sungguh-sungguh untuk beserta dengan Tuhan anda dengan hati anda pada bulan mulia ini. Ikhwan sekalian, Ramadhan adalah bulan keutamaan. Ia mempunyai kedudukan yang agung di sisi Allah Swt. Hal ini telah dinyatakan dalam kitab-Nya, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).” (Al-Baqarah:185)

Wahai Akhi, pada akhir ayat ini anda mendapati: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah: 185) Puasa adalah kemanfaatan yang tidak mengandung bahaya. Dengan penyempurnaan puasa ini, Allah Swt akan memberikan hidayah kepada hambaNya. Jika Allah memberikan taufiq kepada anda untuk menyempurnakan ibadah puasa ini dalam rangka menaati Allah, maka ia adalah hidayah dan hadiah yang patut disyukuri dan selayaknya Allah dimahabesarkan atas karunia hidayah tersebut. “Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.” (Al-Baqarah: 185) Kemudian, lihatlah wahai akhi, dampak dari semua ini. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah; 186)

Wahai akhi, di sini anda melihat bahwa Allah Yang Maha Benar meletakkan ayat ini di tempat ini untuk menunjukkan bahwa Dia Swt. paling dekat kepada hamba-Nya adalah pada bulan mulia ini. Allah Swt. telah mengistimewakan bulan Ramadhan. Mengenai hal ini terdapat beberapa ayat dan hadits Nabi Saw. bersabda, “Jika bulan Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu, kemudian datang seorang penyeru dari sisi Allah Yang Mahabenar Swt “Wahai pencari kejahatan, berhentilah! Dan wahai pencari kebaikan, kemarilah!’”

Wahai akhi, pintu-pintu surga dibuka, karena manusia berbondong-bondong melaksanakan ketaatan, ibadah, dan taubat, sehingga jumlah pelakunya banyak. Setan-setan dibelenggu, karena manusia akan beralih kepada kebaikan, sehingga setan tidak mampu berbuat apa-apa. Hari-hari dan malam-malam Ramadhan, merupakan masa-masa kemuliaan yang diberikan oleh Al-Haq Swt., agar orang-orang yang berbuat baik menambah kebaikannya dan orang-orang yang berbuat jahat mencari karunia Allah Swt. sehingga Allah mengampuni mereka dan menjadikan mereka hamba-hamba yang dicintai dan didekatkan kepada Allah.

Keutamaan dan keistimewaan paling besar bulan ini adalah bahwa Allah Swt. telah memilihnya menjadi waktu turunnya Al-Qur’an. Inilah keistimewaan yang dimiliki oleh bulan Ramadhan. Karena itu, Allah Swt. mengistimewakan dengan menyebutkannya dalam kitab-Nya.” (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an.” (Al-Baqarah: 185)

Ada ikatan hakikat dan fisik antara turunnya Al-Qur’an dengan bulan Ramadhan. Ikatan ini adalah selain bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan, maka di bulan ini pula Dia mewajibkan puasa. Karena puasa artinya menahan diri dari hawa nafsu dan syahwat. Ini merupakan kemenangan hakikat spiritual atas hakikat material dalam diri manusia. Ini berarti, wahai akhi, bahwa jiwa, ruh, dan pemikiran manusia pada bulan Ramadhan akan menghindari tuntutan-tuntutan jasmani. Dalam kondisi seperti ini, ruh manusia berada di puncak kejernihannya, karena ia tidak disibukkan oleh syahwat dan hawa nafsu. Ketika itu ia dalam keadaan paling siap untuk memahami dan menerima ilmu dari Allah Swt. Karena itu, bagi Allah, membaca Al-Qur’an merupakan Ibadah paling utama pada bulan Ramadhan yang mulia.

Pada kesempatan ini, Ikhwan sekalian, saya akan meringkaskan untuk anda semua pandangan-pandangan saya tentang kitab Allah Swt dalam kalimat-kalimat ringkas.

Wahai Ikhwan yang mulia, tujuan-tujuan asasi dalam kitab Allah Swt dan prinsip-prinsip utama yang menjadi landasan bagi petunjuk Al-Qur’an ada empat:

1. Perbaikan Aqidah

Anda mendapati bahwa Al-Qur’anul Karim banyak menjelaskan masalah aqidah dan menarik perhatian kepada apa yang seharusnya tertanam sungguh-sungguh di dalam jiwa seorang mukmin, agar ia bisa mengambil manfaatnya di dunia dan di akhirat. Keyakinan bahwa Allah Swt adalah Yang Maha Esa, Yang Mahakuasa,Yang menyandang seluruh sifatkesempurnaadan bersih dari seluruh kekurangan. Kemudian keyakinan kepada hari akhir, agar setiap jiwa dihisab tentang apa saja yang telah dlkerjakan dan ditinggalkannya. Wahai akhi, jika anda mengumpulkan ayat-ayat mengenai aqidah dalam Al-Qur’an, niscaya Anda mendapati bahwa keseluruhannya mencapai lebih dari sepertiga Al-Qur’an. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Baqarah, “Hai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian; karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (Al-Baqarah: 21-22)

Wahai akhi, setiap kali membaca surat ini, anda mendapati kandungannya ini melintang di hadapan anda. Allah Swt juga berfirman dalam surat Al-Mukminun, “Katakanlah, Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kalian tidak ingat?’ Katakanlah, ‘Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kalian tidak bertaqwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kalian mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?’ Sebenar-nya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta.” (Al-Mukminun: 84-90)

Allah Swt juga berfirman di surat yang sama, “Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu dan tidak pula mereka saling bertanya. Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikannya) maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangan (kebaikannya), maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam.” (Al-Mukminun: 101-103)

Allah Swt juga berfirman, “Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat. Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya. Dan manusia bertanya, ‘Mengapa bumi (jadi begini)?’ Pada hari itu bumi menceritakan beritanya. Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Az-Zalzalah: 1-8)

Allah Swt berfirman, “Hari Kiamat. Apakah hari Kiamat itu? Tahukah kalian apakah hari Kiamat itu?” (Al-Qari’ah: 1-3) Dalam surat lain Allah berfirman, “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian. Sampai kalian masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu). Dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui.” (At-Takatsur: 1-4).

Wahai akhi, ayat-ayat ini menjelaskan hari akhirat dengan penjelasan gamblang yang bisa melunakkan hati yang keras.

2. Pengaturan Ibadah

Anda juga membaca firman Allah Swt mengenai ibadah, “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (Al-Baqarah: 43) “…diwajib-kan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian.” (Al-Baqarah: 183) “…mengerjakan haji adalah kewa-jiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali-Imran: 97) Maka aku katakan kepada mereka, “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.” (Nuh: 10) Dan banyak lagi ayat-ayat lain mengenai ibadah.

3. Pengaturan Akhlak

Mengenai pengaturan akhlak, wahai akhi, anda biasa membaca firman Allah Swt. “Dan demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.” (Asy-Syams: 7-8) “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada dalam diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d:11) “Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran. (Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian. Dan orang-orang yang sabar karena mencari ridha Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). (Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shalih dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu. (Sambil mengucapkan), ‘Salamun ‘alaikum bima shabartum (keselamatan atasmu berkat kesabaranmu),’ maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Ar-Ra’d: 19-24) .

Wahai akhi, anda mendapati bahwa akhlak-akhlak mulia bertebaran dalam kitab Allah Swt dan bahwa ancaman bagi akhlak-akhlak tercela sangatlah keras. “Dan orang-orang yang memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam).” (Ar-Ra’d: 25)

Inilah peraturan-peraturan tersebut, Ikhwan sekalian, sebenarnya, peraturan-peraturan itu lebih tinggi daripada yang dikenal oleh manusia, karena di dalamnya terkandung semua yang dikehendaki manusia untuk mengatur urusan masyarakat. Ketika mengupas sekelompok ayat, maka anda mendapati makna-makna ini jelas dan gamblang. “Seperempat Juz Khamr” yang diawali dengan “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi” (Al-Baqarah: 219), mengandung lebih dari dua puluh lima hukum praktis: tentang khamr, judi, anak-anak yatim, pernikahan laki-laki dan wanita-wanita musyrik, haid, sumpah, ila’, talak, rujuk, khuluk, nafkah, dan hukum-hukum lainnya yang banyak sekali anda dapatkan dalam seperempat juz saja. Hal ini karena surat Al-Baqarah datang untuk mengatur masyarakat Islam di Madinah.

Ikhwan tercinta, hendaklah anda semua menjalin hubungan dengan kitab Allah. Bermunajatlah kepada Tuhan dengan kitab Allah. Hendaklah masing-masing dari kita memperhatikan prinsip-prinsip dasar yang telah saya sebutkan ini, karena itu akan memberikan manfaat yang banyak kepada anda, wahai Akhi. Insya Allah anda akan mendapatkan manfaat darinya.

Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Sayidina Muhammad dan kepada segenap keluarga dan sahabatnya. (Sumber: Ceramah-ceramah Hasan Al-Banna)

Pelajaran yang bisa diambil dari renungan diatas, diantaranya:

  1. Ramadhan adalah bulan perasaan dan ruhani, Al-Qur’an, berderma serta saat untuk menghadapkan diri kepada Allah.
  2. Beliau menginginkan agar anda kita berusaha agar hati kita menyatu dengan Allah Swt pada malam-malam bulan mulia ini.
  3. Jika ada salah seorang dari kita melaksanakan shalat pada malam-malam yang berkah ini , maka hendaklah ia mendoakan kebaikan untuk ikhwannya.
  4. Pandangan Al-Banna tentang prinsip-prinsip dalam Al-Qur’an meliputi perbaikan aqidah, pengaturan ibadah dan perbaikan akhlak.
  5. Beliau berpesan agar senantiasa ingat bahwa anda semua berpuasa karena melaksanakan perintah Allah Swt. Maka berusahalah sungguh-sungguh untuk beserta dengan Tuhan anda dengan hati anda pada bulan mulia ini.

sumber:http://www.facebook.com/notes/partai-keadilan-sejahtera/
Lengkapnya Klik DISINI
Recent Post widget Inspirasi Rabbani

Menuju

Blog Tetangga

Blog Tetangga
Klik Gambar untuk Berkunjung

Luwuk Banggai SULTENG

Luwuk Banggai SULTENG
ebeeee......